Komunikasi telah menjadi bagian dari instrumen kebijakan di Bank Indonesia (BI). Saking pentingnya fungsi komunikasi, humas selalu hadir di setiap agenda rapat pimpinan.
JAKARTA, PRINDONESIA.CO - Jauh sebelum krisis moneter tahun 1998, bank sentral seperti Bank Indonesia (BI), dikenal sebagai lembaga yang tertutup dan penuh misteri. “Tidak ada media yang datang ke BI. Pernyataan yang keluar ke publik hanya melalui siaran pers dan kanal owned media,” begitu kenang Junanto Herdiawan, Direktur Departemen Komunikasi Bank Indonesia.
Ia melanjutkan, “Masyarakat hanya perlu percaya apa yang kami sampaikan,” katanya saat mengisi G20 Side Event bertajuk “Bank Indonesia International Communication Conference: Communication in No Normal Times”, di Jakarta, Jumat (9/9/2022).
Pemahaman itu berubah dalam beberapa tahun terakhir. BI semakin transparan dalam berkomunikasi. Perubahan ini, menurut pria yang karib disapa Pak Ijun itu, didorong oleh pesatnya perkembangan inovasi dan digitalisasi. Apalagi dari segi heterogenitas, 60 persen penduduk Indonesia merupakan generasi milenial yang dikenal technology savvy. Di samping itu, era post-truth cenderung mendorong seseorang meyakini hal yang ingin mereka percaya ketimbang fakta.
Karena latar belakang tersebut, BI berkomitmen mengambil sejumlah langkah transformasi komunikasi yang berlandaskan pada tiga aspek. Di antaranya, pertama, mengelola ekspektasi stakeholders. Menurut Junanto, kekuatan komunikasi bank sentral adalah mengelola ekspetasi. Sebab, jika masyarakat percaya bahwa BI mampu mengendalikan perekonomian, maka publik akan berperilaku seperti apa yang mereka yakini.
Kedua, meningkatkan literasi publik. Ketiga, mengelola transparansi dan tanggung jawab guna mendukung efektivitas komunikasi kebijakan BI. Junanto meyakini rencana yang baik harus dikalibrasi dengan baik dan dikomunikasikan dengan baik pula. “Kebijakan yang dikeluarkan tanpa adanya upaya komunikasi yang baik, efektivitasnya tidak bisa maksimal,” ujar pria yang telah berkarier di BI sejak 1996 itu seraya mengutip pernyataan Gubernur BI Perry Warjiyo.
Tips
Desakan perubahan juga tak hanya dirasakan oleh BI, tapi juga bank sentral yang lain. Salah satunya Bank of Thailand, seperti yang disampaikan oleh Chayawadee Chai-Anant, Senior Director Corporate Communication Department Bank of Thailand, pembicara hari itu.
Menurutnya, digitalisasi tidak hanya mengubah cara bank sentral dalam berkomunikasi. Tapi juga turut mengubah perilaku masyarakat dalam mengonsumsi informasi. Setidaknya, ada tiga perubahan mendasar perilaku masyarakat dalam dunia digital. Pertama, cenderung menggunakan media sosial dan perangkat digital daripada media konvensional seperti televisi, radio, dan koran.
Kedua, menuntut adanya komunikasi dua arah atau lebih interaktif. Ketiga, banjir informasi secara real-time. Di sisi lain, kemajuan teknologi digital juga turut membawa dampak negatif. Contoh, mendorong maraknya hoaks, umpan balik (feedback) dan komentar-komentar negatif.
Chayawadee lantas membagikan tips menyusun strategi komunikasi untuk meningkatkan efektivitas kebijakan. Pertama, memanfaatkan berbagai saluran media baik on-line, konvensional, maupun media sosial. Kedua, bermitra dengan social media influencer. Ketiga, memanfaatkan social listening tools. Terakhir, memastikan pesan dan tools yang digunakan sesuai untuk setiap audiens yang disasar. (ais)