Duka menyelimuti seluruh jajaran Dewan Pers. Minggu,(18/9/2022), Ketua Dewan Pers Prof. Azyumardi Azra menghembuskan napas terakhirnya di usia 67 tahun di Rumah Sakit Serdang, Selangor, Malaysia.
JAKARTA, PRINDONESIA.CO – Sebelum dinyatakan wafat, dari informasi yang dihimpun oleh PR INDONESIA, diketahui keberangkatan Ketua Dewan Pers Azyumardi Azra ke luar negeri sebenarnya untuk memenuhi undangan Angkatan Belia Islam Malaysia (ABIM) sebagai narasumber konferensi internasional Persidangan Antarbangsa “Kosmopolitan Islam”.
Acara ini rencananya akan diselenggarakan di Selangor, Malaysia, Sabtu (17/9/2022). Namun, dalam penerbangannya menuju Malaysia, tepatnya Jumat (16/9/2022), almarhum mengeluh sakit hingga kemudian dirujuk untuk mendapatkan perawatan intensif di RS Serdang, Selangor, Malaysia, lalu wafat, Minggu (18/9/2022).
Duka ternyata tak hanya menyelimuti Dewan Pers, tapi juga seluruh civitas akademik UIN Jakarta. Almarhum selain merupakan Ketua Dewan Pers periode 2022 - 2025 juga Guru Besar sekaligus Rektor UIN Jakarta periode 1998-2006.
Sementara bagi PR INDONESIA, perjumpaan dengan almarhum secara tatap muka pada awal Juni 2022 di Gedung Hall Dewan Pers, Jakarta, ternyata menjadi yang terakhir. Kala itu, almarhum didapuk sebagai pembicara kunci di acara PR REMBUK yang diinisiasi oleh PR Indonesia Guru, Maria Wongsonagoro.
Di hadapan para praktisi public relations (PR) itu, ia dengan tegas berkata bahwa Dewan Pers merupakan mitra pemerintah. Lembaga independen ini juga ingin memosisikan diri sebagai mitra kritis. Meski begitu, ia tak memungkiri Dewan Pers tidak bisa sendirian untuk memberi kritik atau masukan kepada pemerintah. Sebaliknya, Dewan Pers perlu kerja sama dengan banyak pihak. Sehingga, perbaikan kondisi bangsa akan lebih dapat terlaksana.
Pernyataannya lain yang tak kalah membekas adalah ketika almarhum dinobatkan sebagai Ketua Dewan Pers menggantikan Mohammad Nuh di Jakarta, Rabu (18/5/2022). Ketika itu, almarhum berujar Dewan Pers harus menjadi jembatan antara kepentingan jurnalis dengan dunia badan usaha pers. Ia juga berharap lembaga pers dan perusahaan pers memiliki perhatian yang sama.
Menurutnya, hal tersebut dikarenakan kesejahteraan jurnalis merupakan bagian dari keseimbangan profesi. “Karena pekerjaan jurnalistik itu adalah pekerjaan intelektualitas. Pekerjaan intelek lebih daripada kemampuan untuk bisa menulis, menulis berita, feature, dan sebagainya,” ujarnya.
Selamat jalan, Prof. Azra! Terima kasih atas sumbangsih tak ternilai bagi bangsa, khususnya di dunia pendidikan dan pers. (rtn)