Ketua Dewan Pers, Prof. Azyumardi Azra, menegaskan peran Dewan Pers terhadap kekuasaan. Dewan Pers diharapkan bisa bersikap kritis pada pemerintah.
"Dewan Pers itu mitra pemerintah. Kita ingin Dewan Pers bisa menjadi mitra krtitis." Demikian menurut Prof. Azra yang menjadi pembicara kunci dalam seminar di Hall Dewan Pers Jakarta, Jumat (3/6). Seminar ini dihadiri oleh para praktisi humas/public relations Rembuk (PR Rembuk) yang dipimpin oleh Maria Wongsonagoro.
Menurut Prof. Azra, pers perlu mendukung kebijakan positif dari pemerintah. Namun, jika dirasakan ada kebijakan pemerintah yang tidak tepat, kewajiban bagi pers untuk memberi masukan. Ia menambahkan, Dewan Pers tidak mungkin bisa sendirian untuk memberi kritik atau masukan pada pemerintah. Bagaimana pun, itu perlu kerja sama banyak pihak. Dengan begitu, perbaikan kondisi bangsa akan lebih bisa terlaksana.
Mantan rektor Universitas Islam Negeri itu mengaku prihatin atas banyaknya media abal-abal saat ini. "Medianya abal-abal, penulis abal-abal, terkadang isinya juga abal-abal. Ini yang membuat repot banyak pihak," ujarnya. Jurnalisme, papar Prof. Azra, haruslah berkualitas. Dengan begitu, maka beritanya akan kredibel dan akuntabel atau dapat dipertanggungjawabkan.
Anggota Dewan Pers Asmono Wikan, yang menjadi pembicara menjelaskan semakin banyak sengketa pers atau pemberitaan yang diadukan ke Dewan Pers, maka hal itu menunjukkan keberhasilan eksistensi lembaga tersebut. "Artinya, publik mengakui keberadaan Dewan Pers," ungkapnya. Ia mengutarakan, saat ini tak kurang dari 47 ribu media ada di Indonesia, baik yang profesional maupun yang abal-abal. Dari jumlah itu, 43 ribu diantaranya media daring.
Untuk itu, ia berpesan agar masyarakat memahami keberadaan atau kualitas media yang ada. "Jika publik sudah tahu media yang tidak berkualitas, ya beritanya tidak usah dipercaya. Masih banyak publik yang percaya pada media yang tidak kredibel," katanya.
Anggota Dewan Pers lainnya, A Sapto Anggoro, dalam seminar tersebut menuturkan, kalau ada media yang melakukan kritik pada pemerintah, itu bukan bentuk keusilan. "Kritik itu dilakukan pers dalam rangka menjalankan UU Nomor 40/1999 tentang Pers. Tugas Dewan Pers itu antara lain memang memberikan informasi, pendidikan, kontrol sosial, dan hiburan," paparnya. Dewan Pers, kata Sapto, juga berkepentingan mengembangkan kemerdekaan pers dan meningkatkan kehidupan pers yang independen.
Pers yang independen akan melahirkan informasi yang berkualitas. "Berita yang dihasilkan pers yang independen bisa membendung berita atau informasi hoaks yang kini banyak dihasilkan media yang tidak jelas. Informasi hoaks itu bisa berpotensi merusak tatanan kehidupan masyarakat," paparnya. Saat ini Dewan Pers, sedang berpacu untuk menjalankan beberapa program penting. Hal itu antara lain survei indeks kemerdekaan pers, pendataan dan verifikasi perusahaan pers, pelatihan jurnalistik dan uji kompetensi wartawan, serta penyelesaian sengketa pers.