Bagi Jenius BTPN, rendahnya tingkat literasi keuangan justru merupakan peluang untuk memperkaya pemahaman masyarakat terkait produk dan layanan keuangan mereka.
JAKARTA, PRINDONESIA.CO - Berdasarkan penelitian The World Most Literate Nations yang dilakukan UNESCO tahun 2016, kebiasaan membaca masyarakat Indonesia menduduki peringkat ke-60 dari 61 negara. Sementara dari hasil survei Programme for International Student Assesment (PISA) yang dirilis oleh Organization for Economic Co-operation and Development (OECD) pada tahun 2019 menunjukkan tingkat literasi Indonesia berada di peringkat 10 terbawah dari 70 negara.
Kedua hasil studi tersebut menggambarkan bahwa literasi masih menjadi pekerjaan rumah bagi bangsa ini. Jadi, persoalannya tidak terbatas pada industri keuangan saja. “Peningkatan literasi bukanlah pekerjaan semalam. Butuh upaya, proses panjang dan kolaborasi dari berbagai pihak. Apalagi industri keuangan bukanlah industri yang sederhana,” ujar Communication & Daya Head Bank BTPN Andrie Darusman kepada PR INDONESIA, Jumat (24/9/2021).
Padahal seiring meningkatnya akses atau inklusi keuangan, seharusnya diikuti dengan pemahaman (literasi) masyarakat. Faktanya, kesenjangan di antara keduanya terpaut cukup lebar. Literasi keuangan di Indonesia yang hanya mencapai 38,03% menunjukkan bahwa para pengguna jasa keuangan masih belum sepenuhnya memahami produk dan layanan yang mereka miliki atau gunakan. Padahal, pemahaman yang baik akan memengaruhi cara masyarakat mengelola keuangan secara optimal. Sehingga, dapat membantu mereka dalam memenuhi aspirasi kehidupannya secara umum.