Public relations (PR) turut berperan memberikan literasi kepada masyarakat mengenai instrumen finansial. Termasuk, risiko dari setiap produk keuangan.
JAKARTA, PRINDONESIA.CO - Menurut Communications & Social Impact Advisor VMCS Advisory Indonesia Elvera N. Makki, fenomena yang terjadi saat ini adalah terdapat kesan bahwa keputusan masyarakat dalam hal finansial tidak didasarkan oleh pertimbangan matang. “Sebaliknya, karena dorongan mengikuti tren atau ajakan kerabat,” katanya kepada PR INDONESIA secara tertulis, Kamis (16/9/2021).
Kondisi ini makin memprihatinkan karena masih banyak warga masyarakat yang belum sepenuhnya memahami instrumen finansial, terutama risiko yang timbul dari setiap produk keuangan, termasuk profil risiko diri mereka. Sehingga, ketika terjadi masalah, respons yang timbul bisa di luar dugaan. Contoh, ada orang yang memiliki reksadana saham karena tertarik dengan imbal balik yang menggiurkan. Namun, yang bersangkutan tidak memahami bahwa semakin besar jumlah investasinya, semakin besar pula risikonya. Ia juga tidak memahami profil risiko dirinya. Sehingga, ketika pergerakan investasinya minus, yang bersangkutan akan menjadi sangat panik dan merasa tertipu.
Bagi masyarakat yang belum sepenuhnya paham risiko ini, namun sudah telanjur berinvestasi pasti akan timbul penyesalan dan kesalahpahaman saat produk keuangan yang dimiliki mengalami penurunan nilai. Begitu pula dengan produk asuransi. Apabila klaim tidak dapat dilakukan karena ada syarat dan ketentuan yang tidak dibaca dan tidak dipahami, mereka akan merasa tertipu. Mereka kemudian kapok untuk menabung, berinvestasi, atau melindungi diri karena tidak percaya kinerja asuransi.