Kiat Mengelola Konten di Lembaga yang Sensitif
PRINDONESIA.CO | Selasa, 14/12/2021 | 1.784
Kiat Mengelola Konten di Lembaga yang Sensitif
Edhi bersama timnya di Departemen Komunikasi BI memilih hanya fokus mengusung tiga topik kampanye.
Freandy/PR INDONESIA

BALI, PRINDONESIA.CO - Di satu sisi, tak mudah bagi lembaga yang berperan menjaga inflasi perekonomian ini untuk menyampaikan informasi dengan istilah perbankan kepada khalayak luas. Perlu kreativitas agar pesan dapat diterima dengan baik oleh masyarakat.

Inilah yang dirasakan oleh Edhi Rahmanto Hidayat, Deputi Direktur Departemen Komunikasi BI, beserta seluruh jajarannya. Seperti yang ia ungkapkan ketika mengisi materi kelas workshop bertema “Mengelola Konten dan Komunitas Digital” di Bali, Kamis (9/12/2021).

Untuk menjawab tantangan itu, Edhi bersama timnya memilih hanya fokus hanya mengusung tiga topik kampanye. Terdiri dari, edukasi kebanksentralan, bauran kemasan dan kegiatan dukungan.

Departemen Komunikasi BI menitikberatkan sebagian besar topik kontennya pada edukasi kebanksentralan sebagai bentuk pendekatan pada publik (50%). Selebihnya, bauran kebijakan konten seperti data statistik, kondisi ekonomi negeri dan substansi kebijakan (30%), dan konten tentang kegiatan dukungan yang dipublikasikan secara tidak reguler (20%). “Dari semua topik kampanye, kami membuat konten media sosial berdasarkan hal yang paling banyak ditanyakan stakeholder,” kata Edhi.

Petakan Khalayak

Selanjutnya, Departemen Komunikasi BI memetakan khalayaknya ke dalam tiga generasi. Terdiri dari digital native, digital immigrant dan nondigital. Hal ini dikarenakan setiap generasi membutuhkan jenis konten yang berbeda. “Saat ini website menjadi hub untuk masyarakat menemukan informasi terkait BI,” ujarnya. Di satu sisi, ia juga meyakini media sosial memiliki kekuatan yang besar dalam menyebarkan informasi. Termasuk, menyampaikan pertanggungjawaban instansi/lembaga/korporasi dalam rangka transparansi publik.

Sementara dalam menjalin relasi, BI menggunakan tiga dimensi komunikasi. Pertama, komunikasi diarahkan untuk mengelola ekspektasi masyarakat. “Dengan mengelola ekspektasi masyarakat, kita turut mendukung tercapainya transmisi kebijakan perbankan,” katanya. Contoh, menyampaikan pesan soal kebijakan utama ke dalam bentuk infografis dan bentuk konten teknis lainnya.

Kedua, mengelola literasi kepada stakeholder yang lebih luas seperti masyarakat, akademisi. Sehingga, pesan terkait kebanksentralan dan bauran kebijakan ini bisa diterima dengan baik melalui berbagai materi edukasi. Antara lain, videografis, infografis umum, informasi terbaru dan konten yang lebih sederhana lainnya.

Ketiga, mengelola transparansi soal pelaksanaan kebijakan, layanan informasi publik, akuntabilitas keuangan dan konten pertanggungjawaban untuk publik lainnya. Bentuk pertanggungjawaban ini ditujukan untuk masyarakat, media massa yang dituangkan ke dalam konten siaran pers dan laporan keuangan tahunan BI. Sementara untuk memudahkan publik memahami konsep perbankan atau keuangan, BI berupaya melakukan penyederhanaan tanpa mengurangi makna. Termasuk, meluruskan berbagai informasi yang menyimpang hingga berita palsu.

Edhi memberi contoh upaya BI mengusung tanda pagar #BeriMakna dalam rangka untuk menyederhanakan konsep memaknai rupiah. Pemilihan hastag menjadi strategi komunikasi pesan ini diturunkan melalui konten media sosial dan pada saat mengelola komunitas. Misalnya, BI berkolaborasi dengan komunitas pertama. Yakni, generasi digital, seperti komunitas digital konten kreator.

Selanjutnya, BI menggandeng komunitas kedua, generasi baru Bank Indonesia (GenBI), yang dikelola dan merupakan penggerak media sosial BI. Mereka merupakan mahasiswa penerima beasiswa pendidikan BI yang tersebar di lebih dari 100 perguruan tinggi di Indonesia. Dengan cara ini, Edhi berharap dapat menjangkau masyarakat yang jauh lebih luas. “Khalayak pun dapat menerima dan memahami pesan dari kebijakan kami,” tutupnya. (jun)

 

BERITA TERKAIT
BACA JUGA
tentang penulis
komentar (0)
TERPOPULER

Event

CEO VIEW

Interview

Figure

BERITA TERKINI