Dari berbagai tantangan yang dihadapi selama pandemi COVID-19, VP Corporate Communication PT Pertamina (Persero) Fajriyah Usman menyoroti perlunya PR menerapkan enam pendekatan komunikasi esensial.
BALI, PRINDONESIA.CO – Enam pendekatan esensial itu diuraikan oleh Ziah, begitu ia karib disapa, saat mengisi acara PR INDONESIA Outlook 2022 yang merupakan rangkaian dari kegiatan Jambore PR INDONESIA (JAMPIRO) #7 di Bali, Rabu (8/12/2021).
Pertama, mengatur tata kelola dan sumber daya untuk tim komunikasi. Kedua, mengidentifikasi stakeholders kunci. Ketiga, mengidentifikasi main milestone dan events-event pemicu. Keempat, mengembangkan pesan inti dan deal narrative sebagai jangkar komunikasi. Kelima, mengembangkan selangkah demi selangkah untuk setiap milestone. Keenam, menjalin komunikasi dua arah dengan cara memantau, mengumpulkan, mendapat umpan balik, dan menyesuaikan.
Perubahan cara kerja selama pandemi COVID-19 juga secara nyata dirasakan oleh industri PR. Seperti halnya aktivitas media relations yang bergeser ke arah virtual, kegiatan virtual menjadi pilihan sekaligus tantangan baru. Komunikasi juga menjadi lebih asinkron. Media sosial memegang peran penting dalam menjaga hubungan dengan audiens. Di sisi lain, PR juga dituntut mampu memahami jargon, frase dan istilah-istilah baru, serta tuntutan aksesibilitas yang terus meningkat.
Guna menjawab berbagai tantangan yang ada, Pertamina lantas menerapkan tiga peran yang harus dijalankan oleh praktisi PR. Pertama, transformasi bukan hanya terjadi di lingkungan eksternal, melainkan fungsi internal perusahaan, termasuk tim Corporate Communication. Caranya, meningkatkan kelincahan tim Departemen Komunikasi, mengadaptasi struktur dan proses, membuat pola pikir, kompetensi baru di antara staf dan pemimpin, serta menerapkan alat dan teknologi.
Kedua, mendorong fungsi atau unit bisnis lain untuk menjadi lebih gesit dengan cara memberi saran dan pelatihan mengenai penerapan struktur, proses, dan alat, mengelola pengetahuan dan berbagi pengalaman tentang kelincahan, menyediakan alat dan platform digital. Ketiga, terus berkomunikasi dan meningkatkan perubahan perusahaan menuju kelincahan dengan cara menginformasikan secara internal dan eksternal tentang transformasi, mendukung budaya perusahaan baru, serta mengelola persepsi dan relasi dengan pemangku kepentingan.
Lebih dari Sekadar Kompetensi
Untuk menjalankan tiga fungsi tersebut, diperlukan lebih dari sekadar kompetensi PR. Sebab, selain PR harus memiliki kemampuan mengolah data, teknologi, manajemen, bisnis, citra diri, komunikasi, dan kelincahan. Di era digital ini, PR juga dituntut untuk mampu menguasai beberapa pengetahuan dan keahlian khusus mulai dari data, perangkat digital, pencarian kata kunci, PR-SEO, owned content, aktivasi kanal media terintegrasi, hingga pengukuran digital.
Adapun beberapa sikap PR yang mengalami perubahan di era kenormalan baru di antaranya, pertama, semula bekerja dari kantor menjadi bekerja jarak jauh secara efektif. Kedua, dari garis dan silo menjadi jejaring serta kerja sama tim. Ketiga, dari menyediakan rantai pasokan dengan tepat waktu saja menjadi rantai pasokan tepat waktu dan untuk berjaga-jaga.
Keempat, dari mengelola untuk jangka pendek menjadi kapitalisme untuk jangka panjang. Kelima, dari semula membuat pengorbanan menjadi menanamkan keberlanjutan. Keenam, dari perdagangan on-line menuju ke arah ekonomi bebas kontak. Ketujuh, dari mengembalikan kembali menjadi mengembalikan dan membayangkan kembali. (ais)