Berkaca pada kondisi ekosistem PR sampai hari ini, upaya menempatkan PR dalam fungsi manajemen strategis masih panjang. Setidaknya seperti itulah pengamatan Henny Lestari, founder dan CEO Kitacommunications (Kitacomm).
JAKARTA, PRINDONESIA.CO - Kepada PR INDONESIA, Senin (21/6/2021), ia mencatat sejumlah isu public relations (PR) yang masih dijumpai di tanah air. Pertama, masih rendahnya pemahaman tentang tugas dan fungsi PR baik di kalangan antardivisi, pemimpin, hingga publik. Karena hal itu, PR kerap disamakan dengan fungsi event organizer (EO). Berdasarkan latar belakang tadi, jangan heran jika Divisi Keuangan yang tidak memahami peran PR, misalnya, kerap menganggap PR hanya soal publisitas dan buang-buang uang. Efektivitas komunikasinya yang dinilai sulit diukur juga membuat PR, hingga saat ini, terjebak menggunakan PR Value.
Sementara jika mengacu pada Excellence Theory milik James E. Grunig dkk., PR tidak hanya berperan sebagai alat persuasi atau komunikator untuk menyebarluaskan informasi. Tapi, profesional yang melaksanakan peran sebagai manajer berdasarkan penelitian dan dialog untuk membangun hubungan yang sehat dengan publiknya.
Pun bagi Divisi SDM. Minimnya pemahaman tentang PR, membuat adanya kesalahpahaman dan gap antara kebutuhan dengan ekspektasi yang diharapkan. Contoh, masih ditemukan kriteria “berpenampilan menarik” untuk menempati posisi PR. Kurangnya pemahaman terhadap fungsi dan peran PR di kalangan pimpinan juga membuat PR tidak mendapatkan ruang untuk menjalankan perannya dengan maksimal.