Agar kebijakan pemerintah diterima dengan baik oleh publik, pemerintah perlu membangun kerangka kerja sistematis. Terutama, dalam melakukan pengelolaan agenda berbasis isu.
JAKARTA, PRINDONESIA.CO - Hal ini diungkapkan oleh Deputi IV Kepala Staf Kepresidenan (KSP) Bidang Informasi dan Komunikasi Politik Juri Ardiantoro pada Konvensi Humas Pemerintah yang diselenggarakan secara hibrida, Senin (31/8/2021). Juri mengatakan, komunikasi bukan hanya menyosialisasikan kebijakan publik, namun juga melayani kebutuhan informasi publik. “Paradigma komunikasinya juga harus diubah menjadi bagian perencanaan di hulu,” ujar Juri.
Untuk itu, KSP membangun koordinasi dengan kerangka kerja sistematis. Langkah pertama yang mesti dilakukan adalah humas harus mengetahui stakeholder baik internal maupun eksternal. Termasuk, karakter mereka. Dengan mengetahui dan mengenal mereka, humas dapat memberikan informasi yang tepat kepada seluruh stakeholder dan produk komunikasi yang mereka sukai.
Selanjutnya, melakukan pengelolaan agenda berbasis isu untuk melayani publik. Pengelolaan agenda berbasis isu ini meliputi monitoring, kebijakan, agenda setting, dan kegiatan komunikasi. Tahapannya diawali dengan mengetahui agenda pemerintahan yang mencakup agenda aksi, agenda kerja, isu, dan legacy presiden. Setelah itu, barulah humas membuat agenda setting. Yakni, menyamakan frekuensi antara agenda pemerintah dengan media, termasuk media sosial. Dari agenda setting ini akhirnya menjadi agenda publik. Yaitu, framing atas aksi dan kerja pemerintah.
Sementara itu, ada empat hal yang mesti diperhatikan ketika melakukan engagement. Pertama, mengukur tensi publik melalui survei media. “Kita juga perlu merangkul media arus utama untuk kejelasan informasi dan menghalau hoaks,” ujar Juri. Kedua, mengumpulkan isu dari pantauan redaksi. Ketiga, menyampaikan framing pemerintah melalui briefing pemimpin redaksi, editors club, dan rapat dengan pewarta. Keempat, melakukan highlight isu untuk menjadi atensi publik melalui headline media.
Tantangan
Menurut founder dan President of ASEAN Public Relations Network Prita Kemal Gani, peran humas saat ini makin menantang seiring perkembangan teknologi yang makin canggih. Kecanggihan teknologi juga membuat disinformasi dan misinformasi yang semakin kompleks. Adapun tantangan yang dimaksud meliputi tantangan untuk dapat dipercaya.
Dalam upaya membangun citra dan reputasi positif institusi pemerintah, humas pemerintah harus terlebih dulu melakukan riset, cek, dan riset fakta. Sebab, informasi yang disampaikan humas harus akurat. Humas juga dituntut harus tepat waktu, dapat diandalkan, berperilaku santun, beretika, dan profesional.
Tantangan kedua, humas harus memiliki kapabilitas yang mumpuni. Sebagai komunikator pemerintah di era digital, apalagi di era pandemi, praktisi humas harus bisa melakujan persuasi kepada publik, bekerja dengan efektif, dan efisien. Humas pemerintah wajib memiliki kemampuan teknologi, kreatif, inovatif, kepemimpinan, manajemen, riset, menulis dan berbicara di depan umum, keuangan dan budgeting, SDM, dan memiliki rasa kewirausahaan. Untuk itu, mereka harus mengembangkan praktik yang sesuai dan mampu merespons dengan cepat juga cermat.
Tantangan berikutnya, memahami audiens baik internal, eksternal maupun internasional. Audiens internal adalah ambassador terbaik yang dimiliki setiap instansi/korporasi. Humas pemerintah juga harus memahami audiens eksternal seperti lintas kementerian, media, organisasi, perguruan tinggi, hingga pemangku kepentingan lainnya. Mereka juga harus merangkul audiens internasional sehingga dapat memperluas jaringan, audiens, standar, dan perspektif dalam skala internasional. Lainnya, kemampuan lobbying dan negosiasi. Serta, kemampuan menghadapi prakrisis, krisis, dan pascakrisis. (rvh)