Bagi sebagian anggota masyarakat yang beruntung, tidak terbayang bagi mereka sebuah kehidupan tanpa kemudahan teknologi. Kita bisa berkomunikasi dan memelihara hubungan dengan keluarga, kerabat, mitra bisnis di mana pun juga melalui dunia maya dengan hadirnya perangkat keras dan intenet.
Oleh: Noke Kiroyan, Chairman & Chief Consultant KIROYAN PARTNERS
JAKARTA, PRINDONESIA.CO - Kemudahan yang diberikan dunia maya juga memberikan kemungkinan yang luar biasa untuk bertukar berita, selain berita yang benar, kadang-kadang ada yang isinya patut dipertanyakan alias hoaks. Hoaks atau berita bohong yang dibuat dengan sengaja untuk mengecoh. Hoaks ada sebelum era internet. Bedanya, internet memungkinkan penggandaan dengan kecepatan dan volume yang tidak terbayangkan satu dasawarsa lalu. Kedua faktor inilah yang membuat hoaks menjadi ancaman bagi masyarakat.
Hoaks yang paling menghebohkan dunia beberapa waktu lalu adalah yang berhubungan dengan kekalahan mantan presiden Donald Trump. Dalam upaya meraih kedudukan presiden untuk kedua kalinya, Trump kalah dalam pemilihan umum yang bebas dan terbuka. Sekitar 60 pengaduan yang diajukan tim Trump ke berbagai pengadilan di berbagai negara bagian, akhirnya ditolak. Ini bukan penghalang bagi Trump untuk setiap hari menyebarkan cuitan bertubi-tubi. Ia mengklaim dicurangi. Ia pun menghasut pengikutnya untuk menggagalkan hasil pemilu dengan cara apapun.
Karena memercayai berita bohong, banyak pendukung Trump marah. Pada 6 Januari 2021, ribuan pendukungnya menyerbu Gedung DPR (Capitol) dengan beringas. Mereka ingin menggagalkan pengesahan hasil pemilu bulan November 2020 oleh Senat. Gedung tersebut porak poranda. Para anggota DPR dan senat selamat dari amukan gerombolan ini, kemudian oleh pers Amerika Serikat gerombolan ini disebut “teroris domestik”.