Tugas praktisi public relations (PR) adalah melakukan manajamen isu untuk mencegah terjadinya krisis. Jikapun terjadi, dampaknya tidak terlalu besar.
JAKARTA, PRINDONESIA.CO – Menurut Heath & Nelson dalam bukunya Issue Management tahun 1986, isu adalah suatu pertanyaan tentang fakta, nilai, atau kebijakan yang dapat diperdebatkan. Isu juga merupakan suatu kesenjangan atau gap antara praktik korporat dengan harapan-harapan stakeholder.
Sementara krisis adalah peristiwa, rumor, atau informasi yang membawa pengaruh buruk terhadap reputasi, citra, dan kredibilitas perusahaan. “Krisis juga dapat mengancam keberlangsungan hidup atau keberadaan suatu organisasi,” ujar R. Wahyuningrat, Direktur Public Affairs Imogen PR saat mengisi workshop Imogen Communications Institute (ICI) #4, Kamis (17/3/2021).
Nah, jika isu tidak dikelola dengan baik, tak menutup kemungkinan akan meledak menjadi krisis dan terbuka ke publik. Oleh karena itu, menurut pria yang karib disapa Wahyu ini, manajemen isu sangat penting dilakukan oleh PR. Manajemen isu merupakan alat yang dapat digunakan untuk mengidentifikasi, menganalisis, dan mengelola berbagai isu yang muncul ke permukaan.
Dari tahap inilah PR, kata Wahyu, sudah bereaksi terhadap berbagai isu, sebelum isu tersebut diketahui masyarakat luas. Selain itu, manajemen isu juga sebagai suatu usaha aktif untuk memengaruhi dan membentuk persepsi, opini, dan sikap masyarakat.
Menurut Wahyu, ada dua tools utama dalam manajemen isu. Tools ini dapat membantu PR dalam mengidentifikasi, menentukan prioritas, hingga memetakan para pemangku kepentingan yang sangat berpengaruh terhadap bisnis dan organisasinya.
Yang pertama, pemetaan pemangku kepentingan (stakeholder mapping). Di sini PR bertugas memetakan dari sekian banyak pemangku kepentingan mulai dari internal, maupun eksternal seperti lembaga, dan institusi yang dinilai sangat berpengaruh terhadap keberlangsungan organisasi. “Tentukan hanya yang memiliki relevansi,” imbuhnya. Setelah itu, barulah PR memprioritaskan dan pengelompokan stakeholder. Pengelompokan bertujuan untuk menentukan perbedaan perlakuan, cara, dan strategi dalam menghadapinya.
Yang kedua, pemetaan isu. Untuk meredam isu, Wahyu memberikan saran agar PR membuat daftar isu prioritas, kemungkinan risiko yang dihadapi, dan usulan program untuk upaya pencegahan.
Meredam Krisis
Apabila langkah itu sudah dilakukan, namun krisis tetap tak dapat terelakkan ada tujuh langkah yang harus dilakukan PR untuk meredam krisis. Pertama, membuat kronologi kejadian. Kedua, mengidentifikasi pihak-pihak di luar dan di dalam yang kira-kira berperan dalam kondisi krisis. Ketiga, membuat strategi komunikasi krisis dan mengeksekusi action plan.
Keempat, membuat pilihan skenario. Kelima, membuat laporan berkala terkait perkembangan situasi. Tujuannya, agar semua pihak dapat terinformasi dengan baik. Keenam, menyiapkan naskah draft standby statement yang berisi pesan kunci. Ketujuh, melakukan eksekusi dan supervisi kegiatan-kegiatan yang telah dirancang untuk memulihkan reputasi. “Praktisi PR harus hadir mendampingi dan memberi masukan dalam setiap kegiatan perusahaan terkait penyelesaian krisis,” tutupnya. (rvh)