Strategi komunikasi harus mengacu kepada riset sekalipun sedang berada dalam masa genting dan butuh kecepatan untuk mengukur efektivitas komunikasi yang dilakukan.
JAKARTA, PRINDONESIA.CO - Prinsip yang sama pun berlaku saat akan menyusun strategi komunikasi program nasional vaksinasi COVID-19. “Jangan mengabaikan riset. Karena tanpanya, sulit bagi kita untuk mengukur efektivitas komunikasi,” kata CEO and Principal Consultant Kiroyan Partners Verlyana (Veve) Hitipeuw kepada PR INDONESIA, Selasa (19/1/2021)
Menurut Veve, begitu ia karib disapa, riset yang paling minim dilakukan adalah stakeholder mapping dan studi baseline untuk mengukur persepsi. Stakeholder mapping membantu praktisi komunikasi untuk mengetahui siapa saja pemangku kepentingan yang terkait dan hal-hal yang menjadi perhatian mereka. Mulai dari bagaimana posisi mereka, apakah mereka setuju atau tidak, hingga apa yang menjadi isu serta kekhawatiran mereka. Sementara studi baseline berfungsi untuk mengetahui gap yang perlu ditutup dengan intervensi kegiatan komunikasi yang kita lakukan.
Harapannya, dengan melakukan riset seperti itu praktisi komunikasi dapat mengetahui apa saja tujuan besar yang ingin dicapai, sasaran komunikasi, serta tantangan komunikasi yang akan muncul. Setelah itu, barulah membuat tujuan komunikasi yang perlu dicapai melalui program komunikasi. Kemudian, bagaimana mencapai tujuan komunikasi, apa saja pesan komunikasi yang harus disampaikan, dan fakta pendukungnya. Serta, bagaimana mengantisipasi dan menyiapkan solusi atas isu yang menjadi perhatian pemangku kepentingan, siapa saja, dengan cara apa, hingga kanal komunikasi yang akan digunakan untuk mendukung program komunikasi kita.