Tantangan “Public Affairs” Saat Ini
PRINDONESIA.CO | Minggu, 13/12/2020 | 1.889
Tantangan “Public Affairs” Saat Ini
Saat ini PA tidak hanya dihadapkan pada VUCA
Dok. Istimewa

JAKARTA, PRINDONESIA.CO – Seperti yang disampaikan oleh Director of Corporate Affairs APRIL Group Agung Laksamana saat menjadi pembicara The 1st Indonesia Public Affairs Conference (IPAC) yang diselenggarakan oleh PR INDONESIA bekerja sama dengan Kiroyan Partners via virtual, Rabu (25/11/2020).

Menurut Agung, mengatakan saat ini praktisi public affairs (PA) tidak hanya dihadapkan oleh VUCA. Namun juga fenomena hyper-transparency, komunikasi digital, perubahan regulasi, hingga komunikasi tanpa batas.

Ia memberi contoh kasus WikiLeaks, Arab Spring, Edward Snowden, dan Panama Paper masih lekat dalam ingatan. Kasus yang menguak dokumen-dokumen rahasia perusahaan. Menurutnya, kondisi ini terjadi akibat dari fenomena hyper-transparency. “Perusahaan tidak dapat lagi berasumsi bahwa data mereka akan tetap bersifat rahasia karena keamanan siber terbaik sekalipun dapat dirusak oleh pihak yang membocorkan informasi,” ujarnya.

Selain itu ada corporate disclosure. Yakni, adanya peningkatan permintaan agar perusahaan membagikan aspek tata kelola keberlanjutan. “Praktisi PA diminta untuk meyakinkan stakeholder bahwa perusahaan melakukan hal-hal yang benar,” imbuhnya.

Selanjutnya, pentingnya opini dari stakeholder. “Pemerintah dan masyarakat meminta perusahaan mencari opini stakeholder sebagai bagian dari laporan transparansi dan nilai-nilai perusahaan,” ujar pria yang juga merupakan Ketua Umum BPP PERHUMAS tersebut.

Tantangan berikutnya, komunikasi digital yang membuat semua hal menjadi ranah publik. “Perusahaan harus mengantisipasi bahwa apa yang mereka katakan dan lakukan berada di ranah publik,” katanya. Mereka juga harus lebih berhati-hati kepada karyawan. Sebab, 75 persen kasus-kasus yang mengemuka di ranah publik bersumber dari internal perusahaan.

Tak kalah menantang, era disrupsi yang mendorong semua orang bisa menjadi jurnalis. “Kita semua dapat mengunggah konten-konten kita ke dalam berbagai medium bernama media sosial,” ujarnya.

Era disrupsi juga menciptakan kebisingan. Semua perusahaan ingin suaranya didengar oleh audiens. Mereka pun harus berkompetisi meraih atensi publik.

“Real-Time”

Tantangan lain datang dari perubahan peraturan dan regulasi. “Di dunia PA, perubahan peraturan dan regulasi adalah lumrah,” katanya. Sudah menjadi tugas PA mencari tahu regulasi baru, bahkan yang akan dan sedang dibuat, lalu menganalisisnya. Meski tugas sehari-hari, bukan berarti pekerjaan ini mudah.

Terakhir, konektivitas yang menjadi tidak terbatas. “Saat ini isu tentang operasional perusahaan bisa diamplifikasi dengan cepat baik dari warga setempat, LSM, maupun organisasi nirlaba internasional,” ujarnya. “Secara otomatis, hal ini meningkatkan visibilitas dan dampak dari masalah tersebut, imbuh Agung.

Untuk menghadapi tantangan ini, PA harus mengelola hubungan baik dengan stakeholder secara real-time. Perusahaan juga harus lebih responsif pada saat risiko reputasi terjadi dan krisis sulit dikelola.

Menurut Agung, untuk menghadapi semua tantangan tadi, praktisi PA harus proaktif, berjiwa kolaboratif, meningkatkan konektivitas, dan engagement secara terus-menerus. “Tak kalah penting, PA juga harus mengomunikasikan narasi perusahaan secara berkelanjutan,” ujarnya.

Secara garis besar, simpul Agung, kompetensi yang harus dimiliki PA ada tiga. Terdiri dari adopt, adapt, adept. “PA harus dapat mengadopsi kondisi kenormalan baru ini, beradaptasi dengan strategi baru, sehingga lebih mahir (ahli) menghadapi era ini,” tutupnya. (rvh)

BERITA TERKAIT
BACA JUGA
tentang penulis
komentar (0)
TERPOPULER

Event

CEO VIEW

Interview

Figure

BERITA TERKINI