Foto adalah salah satu aspek penting untuk menunjang keberhasilan penyelenggaraan event.
JAKARTA, PRINDONESIA.CO – Fotografer senior Kompas Danu Kusworo mengatakan, fotografi merupakan aspek penting yang mesti dikuasai humas. Karena, foto dapat menunjang berita secara keseluruhan. Tentu, bukan sembarang foto, melainkan foto jurnalistik.
Apa itu? Foto jurnalistik adalah bentuk dari jurnalisme. Yakni, mengumpulkan, menyunting, dan memperlihatkan bahan berita untuk publikasi atau penyiaran. “Publikasi ini dalam rangka mengabarkan sebuah berita dengan menggunakan gambar atau foto,” katanya kepada peserta in-house training Lembaga Manajamen Aset Negara (LMAN) yang berlangsung secara virtual, Jumat (27/11/2020).
Menurut Danu, dalam menangkap momen, ada beberapa hal yang harus diperhitungkan. Pertama, posisi. Fotografer harus mengetahui di mana dia berada untuk menangkap keseluruhan momen. Kedua, memperhatikan risiko. Misalnya, ketika mengambil gambar demonstrasi atau kebakaran. Ketiga, penuh perhitungan. Hal ini terkait jarak pengambilan gambar dan waktu terjadi momen. Keempat, kreatif.
Secara dasar, ia melanjutkan, ada tiga hal yang harus dipahami dalam fotografi. “Kamera digital SLR akan membutuhkan tiga unsur yakni ISO, aperture, dan speed,” ujar Danu. ISO adalah sensitivitas dari sensor kamera terhadap cahaya. Aperture adalah “bukaan” dari lensa yang kita pakai. Kemudian, speed, adalah seberapa cepatnya shutter kamera untuk mengekspos cahaya ke dalam sensor di kamera. Perpaduan tiga unsur inilah yang membentuk suatu gambar. “Dengan kombinasi yang benar, kita akan dapat menciptakan sebuah foto yang sempurna,” imbuhnya.
Untuk teknik foto, ada beberapa hal yang harus dikuasai humas. Pertama, panning. Ini merupakan teknik fotografi yang digunakan untuk membekukan gerakan pada benda yang bergerak. Caranya, menggerakkan kamera searah dengan arah gerakan obyek yang ingin dibidik. Sehingga, obyek tampak fokus, sementara latar belakang tampak blur.
Kedua, slow speed. Biasanya, teknik ini digunakan untuk menghasilkan foto yang dramatis. Dengan teknik slow speed, foto lanskap dengan komponen seperti air dan awan dapat direkam dengan sangat menarik pergerakannya. Ketiga, stop action. “Kebalikan dari slow speed, stop action adalah teknik untuk membekukan gerakan obyek. Biasanya digunakan kecepatan tinggi,” ujarnya.
Selain teknik, ada pula metode yang harus diperhatikan humas, yakni EDFAT. Terdiri dari entire, detail, frame, angle, dan time. Pertama, entire adalah foto yang mengambil keseluruhan suasana kejadian. Biasanya untuk mengambil foto ini dibutuhkan lensa yang cukup lebar agar bisa menggambarkan suasana tempat atau suatu kejadian.
Kedua, detail. Menunjukkan bagian yang sangat terperinci dari suatu kejadian. Bisa merupakan simbol atau ekspresi seseorang, maupun benda ikonik dengan tempat kejadian.
Ketiga, frame. Upaya memosisikan subyek dalam bingkai untuk memperkuat cerita dalam foto. “Frame bertujuan mengarahkan mata pada point of interest dalam foto,” kata Danu.
Keempat, angle. Kemampuan mencari sudut yang mampu menggambarkan kejadian. Bisa menggunakan sudut sejajar, low angle, atau high angle. Kelima, time. Kemampuan fotografer menangkap adegan pada waktu yang tepat. Sehingga, menghasilkan foto dramatis.
Tips
Tak lupa Danu membagikan tips. Pertama, membuat strategi 5W (what, when, where, who, why) lengkap dengan riset dan konsisten. Kedua, mengetahui apa yang membuat kita peduli dan membuat foto ini penting. Ketiga, menguasai subyek sebelumnya. Keempat, mencari sudut pandang yang berbeda dari fotografer lain. Kelima, berhati-hatilah dengan elemen di sekelilingnya. “Pilihan lensa dan diafragma akan sangat berpengaruh,” ujarnya. Keenam, lihat lebih detail terhadap apa yang menempel pada subyek. Hal yang terperinci ini biasanya menjadi sumber informasi.
Semetara itu, agar foto dapat bercerita, menurut Kepala Divisi Museum dan Galeri Foto Jurnalistik ANTARA (GFJA) Kantor Berita ANTARA, fotografer dapat mengambil gambar dalam beberapa babak. “Foto memiliki sequence (urutan) yang bisa dibangun menjadi cerita,” ujarnya. Foto dapat bercerita berdasarkan bagaimana fotografer menyusun pola-pola tersebut menjadi sebuah kejadian. (rvh)