Inilah kunci yang berulang-ulang disampaikan oleh CEO Media Buffet Bima Marzuki untuk membentuk persepsi.
JAKARTA, PRINDONESIA.CO – Membentuk persepsi itu penting tak hanya untuk personal, tapi juga untuk korporasi atau brand. Bahkan, bagi brand, persepsi itu soal hidup dan mati. Demikian pernyataan yang disampaikan oleh Bima Marzuki, CEO Media Buffet PR, saat menjadi pembicara di MAW Talk bertajuk “The Power of Public Perception”, Jumat (6/11/2020).
Apalagi, kata Bima, apabila brand tersebut hidupnya dari persepsi. Dampaknya luar biasa, tak hanya memengaruhi reputasi, tapi juga keberlangsungan usaha. Ia memberi contoh, konsumen rela merogoh kocek yang sangat dalam hanya untuk membeli produk yang dikeluarkan oleh brand tertentu. Hal ini dikarenakan, sedari awal brand sudah menanamkan persepsi yang sedemikian lama kepada audiens. Suatu brand, misalnya, menjamin semua produk yang mereka produksi merupakan produk premium dan mampu membuat penggunanya tampak keren, bahkan naik kelas. Jadi, lanjut Bima, kuncinya terletak pada konsistensi.
Mengapa konsistensi menjadi sangat penting? Sebab, setiap manusia memiliki keterbatasan untuk menerima dan mengingat informasi. Selain itu, mereka juga punya penerimaan yang berbeda-beda tergantung latar belakang pendidikan, budaya, pengalaman, dan lain sebagainya.
Langkah Awal Paling Menentukan
Untuk itu, kata Bima, penting bagi perusahaan untuk menentukan sedari awal target audiens yang mau disasar, persepsi apa yang diharapkan oleh target market mereka, dan persepsi apa yang mau mereka bentuk.
Mereka juga harus secara berkala melakukan brand perception survey, monitoring dan mau mendengarkan. Salah satu tujuannya agar brand mengetahui persepsi yang dianggap negatif oleh publik saat ini. Hal ini dikarenakan perusahaan yang tidak bisa menyesuaikan dengan standar persepsi masyarakat, lama-lama akan ditinggalkan. Contoh, makin meningkatnya kepedulian masyarakat terhadap lingkungan telah mengubah perilaku masyarakat dengan tidak menggunakan barang berbahan baku plastik. “Sesuatu yang mungkin tidak terpikirkan oleh kita sepuluh tahun lalu,” katanya.
Sementara itu, terkait upaya mendengarkan publik, menurut Bima, bisa dilakukan dengan cara digital dengan memanfaatkan social media listening tools, atau datang langsung ke komunitas yang menjadi target audiens/konsumen kita. “Dengan melihat latar belakang karakter, budaya, dan kondisi negara kita, kita tidak bisa melakukan segala sesuatunya terlalu digital, atau sebaliknya, terlalu konvensional,” ujarnya.
Yang pasti, kata Maria Wongsonagoro, salah satu PR Indonesia Guru, yang bergabung di kegiatan gelar wicara sore itu, persepsi itu nyata (real) dan kadang irasional. “Fakta itu harus kita terima, kalau tidak, maka komunikasi efektif tidak akan pernah tercapai,” ujarnya. “Selanjutnya, adalah tugas public relations (PR) mencari strategi mengomunikasikannya,” kata founder dan President Director IPM PR ini.
Bima menambahkan, lainnya yang ketiga dan pasti adalah, persepsi itu menular. “Dia akan semakin cepat atau mudah menular apabila orang yang bersangkutan memiliki kesamaan dan kedekatan emosional,” tutupnya. (rtn)