Memasuki bulan kelima pascapandemi Covid-19 masuk ke tanah air, pendekatan komunikasi ada pada Bidang Pelayanan Kesehatan dan Perubahan Perilaku.
JAKARTA, PRINDONESIA.CO – Lima bulan pascapandemi Covid-19 masuk ke tanah air, pemerintah menyusun strategi baru. Satuan Gugus Tugas Percepatan Penanganan Covid-19 tak lagi hanya menangani kesehatan, tapi juga beriringan dengan penanganan ekonomi.
Seperti kata Staf Khusus Menteri BUMN Bidang Komunikasi Arya Sinulingga dalam webinar Kopi Darat Virtual PR Rembuk bertajuk “Meninjau dari Perspektif PR Peraturan Presiden No. 82 Tahun 2020 Komite Penanganan Covid-19 dan Pemulihan Ekonomi Nasional” Kamis, (13/8/2020). “Virus korona tidak hanya berbahaya bagi kesehatan, namun juga ekonomi. Oleh karena itu, pemulihan harus dijalankan secara paralel dan utuh,” katanya.
Termasuk, mendorong pemulihan dan percepatan ekonomi melalui peran BUMN. Dengan cara melakukan restrukturisasi kepada UMKM. Dan, mendukung Bio Farma bekerja sama baik di dalam maupun luar negeri untuk menemukan dan memproduksi vaksin.
Sementara pendekatan komunikasi dititikberatkan pada dua bidang. Yakni, Bidang Pelayanan Kesehatan dan Perubahan Perilaku. “Bidang Pelayanan Kesehatan memaksimalkan peran puskesmas,” kata anggota Tim Komunikasi Satuan Gugus Tugas Percepatan Penanganan Covid-19 Tommy Suryopratomo.
Ia melanjutkan, Bidang Perubahan Perilaku akan mendayagunakan semua aset komunikasi yang ada di K/L, BUMN, tokoh daerah, hingga tingkat RT. Termasuk, melibatkan pentahelix dari pemerintah, akademisi, dunia usaha, LSM, media dan influencer, tokoh masyarakat, dan individu/keluarga untuk mengampanyekan perilaku 3M. Yakni, memakai masker, menjaga jarak dan mencuci tangan.
Upaya komunikasi ini akan diawali dengan membuat protokol dan mitigasi, pemetaan tokoh masyarakat, survei, diskusi. Yang pasti, kata Tommy, sapaan karibnya, agar dapat mendorong perubahan perilaku dan menjadi gaya hidup, strategi komunikasi harus mengedepankan kearifan lokal.
Menurut pegiat Stakeholder dan Issues Management di sektor energi, Harry Ginanjar, selain ada aturan, edukasi dan kebijakan, hal lain yan tak kalah penting adalah harus ada konsekuensi. Hasil penelitian membuktikan 80 persen perubahan perilaku dipengaruhi oleh adanya konsekuensi. “Jadi, dorongan menggunakan masker, meski niatnya baik untuk menjaga kesehatan, hasilnya akan sia-sia kalau tidak diikuti dengan penegakan hukum,” imbuhnya.
Sementara penggagas PR Rembuk, Maria Wongsonagoro, menekankan perlunya pemetaan stakeholder di tahap awal. Dengan adanya pemetaan, PR dapat mengetahui kelompok-kelompok stakeholder. Dari tiap kelompok tersebut, PR bisa memahami persepsi masing-masing. “Perbedaan persepsi inilah yang membuat strategi komunikasi menjadi berbeda untuk tiap kelompok,” ujarnya.
Dibagi Dua
Selama pandemi, Gubernur Jawa Barat Ridwan Kamil membagi fokus komunikasi menjadi dua. Pertama, pencegahan yang dikomunikasikan secara masif. Kedua, harmonisasi hubungan antarpemimpin politik. “Sebagai pemimpin, kita harus mendengar dahulu, setelah itu baru merespons dengan data,” katanya.
Pria yang karib disapa Emil itu juga menekankan pentingnya komunikasi publik apalagi di saat pandemi. Saat ini Pemprov Jabar sudah memproduksi lebih dari 50 video edukasi tentang Covid-19. Video yang dikemas disesuaikan dengan gaya dan bahasa target audiens serta disampaikan dengan cara yang santai. Alasannya, latar belakang penduduk Jabar umumnya humoris. “Agar mudah dipahami dan diterima, pesan komunikasinya pun harus disampaikan dengan cara informal. Serta, mengandung unsur sense of hope, bukan sense of fear,” ujarnya. (rvh/rtn)