Di balik tanda pagar #DiRumahAja yang viral di awal pandemi Covid-19, ada ide dan penggagasnya. Siapa dia dan bagaimana tipsnya?
JAKARTA, PRINDONESIA.CO – Dalam waktu singkat, hastag tersebut mampu menyedot 12,2 juta pengguna media sosial dan menjadi sebuah gerakan (movement) akar rumput. Adalah Susangga Surya Alam, Head of Brand Communication Narasi.tv, yang menjadi penggagasnya.
Menurutnya, ketika memiliki ide yang ingin disampaikan, kuncinya, kita harus memiliki strategi agar konten bisa diterima banyak orang kemudian disebarluaskan. Setidaknya, kata pria yang saat itu mengisi webinar bertajuk “Social Media A to Z: How to Communicate Your Ideas”, Selasa (16/6/2020), ada enam langkah agar ide yang kita gagas bisa diterima oleh publik. Terutama, oleh warganet. Antara lain:
Strategi dan Kepribadian
Strategi yang dimaksud harus bersifat humanis dan membangun emosional personanya. Dengan cara menentukan objektivitas yang ingin dicapai. Dan, selalu mengawali pertanyaan “kenapa” (why questions).
“Dari sisi komunikasi, why ini sifatnya tujuan. Masalah apa yang bisa kita pecahkan supaya konten kita bisa jadi solusi dari permasalahan orang lain,” katanya di acara yang diselenggarakan oleh Terang Jakarta ini . “Why ini hasilnya adalah loyalitas. Dengan begitu, kita akan tahu konten kita seperti apa dan ditujukan kepada siapa,” tambahnya.
Kenali Audiens
Mulai dari umur, jenis kelamin, pendidikan, pekerjaan, gaya hidup, asal daerah/kota, hobi, hingga aktivitas harian. Dengan mengenali audiens yang ingin disasar, kita bisa menentukan misi serta manfaat yang bisa didapatkan oleh audiens.
Ketahui Kompetitor Kita
Saat ini semua orang berada di level teknologi serta pesan yang sama. Untuk itu, penting bagi kita untuk mempelajari kompetitor sehingga kita dapat menemukan sesuatu yang unik dari ide/konten kita, namun tidak dimiliki oleh kompetitor.
Kuasai Platform Media Sosial yang Akan Digunakan
Setiap platform media sosial memiliki algoritma (hubungan, ketertarikan dan kebaruan) serta kebiasaan dari penggunanya. Instagram, misalnya. Pengunanya adalah mereka yang kerap bermain di ranah audio visual. Banyak digandrungi oleh anak muda dengan tujuan untuk pamer. Sementara Facebook, sedari awal kemunculannya, dibuat untuk komunitas/social connected, berbagi dengan jangkauan pengguna yang luas. Adapun Twitter hadir untuk membangun percakapan. “Catatannya, kita butuh lebih dari sekadar likes. Kita harus menciptakan engagement. Artinya, ada obrolan di dalamnya, konten kita ditonton, komentar, dan disebarkan,” katanya.
Rencana Konten
Hal ini penting agar kita bisa selalu merespons tren yang sedang berkembang atau relevan. Menurut Susangga, salah satu rumus komunikasi di media sosial adalah jangan pernah mengumpulkan semua informasi di dalam satu unggahan/postingan. “Secara psikologi, tujuannya untuk membuat orang penasaran,” ujarnya.
Bangun Kepribadian
Kepribadian ibarat jiwa yang melekat pada diri atau brand yang dapat membangun kepercayaan serta hubungan dengan audiens. “Brand adalah sesuatu yang terikat dengan manusia. Manusia itu berkembang, masak brand tidak?” ujarnya. Branding tidak dibentuk dengan transaksi, melainkan membangun hubungan yang di dalamnya terdapat percakapan, engagement, bersifat otentik, disertai pengalaman, dan melibatkan komunitas/masyarakat. (ais)