Digital PR tak bisa berdiri sendiri. Dia adalah organisasi yang disokong oleh banyak pilar. Apa saja?
JAKARTA, PRINDONESIA.CO – Masih dari workshop “Digital PR: Strategy, Skill, Tools, and Data Analysis” yang diselenggarakan PR INDONESIA secara virtual, Rabu (29/7/2020). Sebelumnya, Harry Deje, Managing Director H+K Strategies Indonesia mengupas berbagai kompetensi digital yang harus dimiliki public relations (PR).
Kompetensi itu mulai dari kemampuan hard skill, soft skill hingga lainnya. Antara lain, social media monitoring, image creation, media analysis, keyword research, video creation, SEO, matriks untuk melihat pergerakan dan perbandingan, dan social advertising. Selain itu, kemampuan membina hubungan dengan influencer serta memahami digital dashboard.
Terlihat banyak dan rumit. Namun, kata pria yang karib disapa Deje itu, jangan khawatir. PR tak perlu andal mengoperasikan semuanya. Cukup mengetahui fungsi dan cara bekerjanya saja. “Agar, mereka dapat mengontrol dan memonitor,” ujarnya.
Banyak Pilar
Sebab, pada dasarnya digital PR tak bisa berdiri sendiri. Ia ibaratnya rumah yang harus disokong oleh berbagai pilar. Mulai dari digital planner, digital strategist, digital analyst, creative team, content development, SEO, UI/UX, media buying, sampai KOL management.
Deje mengurainya satu per satu. Digital planner berperan mengevaluasi kebutuhan, ketertarikan, membuat strategi, dan mengutilisasi kanal digital dengan cara yang terbaik. Digital strategist bertugas memaksimalkan konten, membuat perencanaan konten/editorial plan untuk berbagai saluran komunikasi seperti situs, hingga konten untuk kampanye.
Sementara tim kreatif bertugas membuat desain dan copy writing. Content development berperan membuat, mengelola dan mempersiapkan konten berdasarkan respons audiens yang diperoleh dari berbagai saluran komunikasi, salah satunya situs dan media sosial.
Adapun SEO berperan untuk memastikan kata kunci yang digunakan tepat sehingga dapat menempatkan situs berada di posisi teratas di mesin pencari. Bagian UI/UX bertugas untuk mengetahui pengalaman pengguna. Media buying untuk mengatur penempatan iklan, termasuk di media sosial. Sementara KOL management berperan mengidentifikasi, memetakan, melakukan segmentasi, menjaga interaksi dan memantau KOL.
Idealnya seperti itu. Tapi, suatu instansi/korporasi tidak harus memiliki semuanya. Bahkan banyak di antara pilar tadi yang dapat dikerjakan oleh pihak ketiga (outsource). “Kitalah yang tahu skala kebutuhan, kemampuan dan anggaran yang dimiliki,” katanya.
Yang pasti, jangan tabu untuk mengajak kolaborasi atau bermitra dengan pihak ketiga. Alasannya, pergerakan dan perubahan dunia digital sangat dinamis. “Jika kita hanya tergantung dari kemampuan internal, maka kita akan jauh tertinggal,” pungkasnya. (rtn)