Meraih atensi generasi milenial memang gampang-gampang susah. Mereka punya cara sendiri dalam menilai suatu merek untuk kemudian menjadi loyal.
JAKARTA, PRINDONESIA.CO – Menurut survei Hubspot, milenial rata-rata menghabiskan 25 jam per minggu berselancar di dunia maya. Selain itu, hampir 65 persen milenial berinteraksi dengan brand atau produk secara daring di media sosial. Cara milenial menilai brand atau isu juga berbeda. “Cara mereka menilai cenderung ke arah reasonable doubt,” kata Arif Mujahidin, Corporate Communications Director Danone Indonesia saat menjadi pembicara di acara “ThinkPR: Mengelola Audiens Milenial di Era New Normal” yang diselenggarakan secara virtual, Selasa (7/7/2020).
Maksudnya, Arif melanjutkan, mereka akan melakukan kroscek terlebih dahulu sebelum memercayai setiap menerima informasi. Lainnya, berdasarkan pengalaman (experience). Generasi yang lahir antara tahun 1981 – 1996 ini lebih tertarik dengan konten yang menampilkan audio, visual bahkan dapat dilihat secara langsung.
“Untuk merengkuh mereka, tim PR Danone selalu mengajak teman-teman yang aktif di media sosial, blogger dan media yang target audiensnya generasi milenial untuk melihat langsung bagaimana perusahaan berperilaku mulai dari hulu ke hilir,” ujarnya. “Dari sanalah kami membangun percakapan (conversation),” sambungnya.
Lainnya yang menjadi perhatian milenial adalah beyond product. Yakni, saat membeli atau mengonsumsi produk tidak sekadar memberikan keuntungan secara fisik (physical benefit), tapi harus ada trust dan emotional benefit. “Mereka bahkan rela membayar dengan harga lebih mahal apabila produk diproduksi secara bertanggungjawab terhadap alam dan lingkungan,” ujarnya.
Mendengarkan
Menurut Kepala Biro Komunikasi dan Pelayanan Masyarakat Kementerian Kesehatan (Rokomyanmas Kemenkes) Widyawati, mendengarkan adalah kunci utama untuk mendapatkan atensi milenial. Mulai dari mendengarkan topik atau isu yang sedang mereka bicarakan sampai yang sedang mereka inginkan. “Dari situ kita bisa menganalisis, kemudian membuat kesimpulan yang dikemas dalam sebuah agenda setting,” ujarnya.
Wiwid, begitu Widyawati akrab disapa, mengaku banyak belajar tentang cara mengelola audiens milenial dari tim internal Rokomyanmas Kemenkes. Sebanyak 50 persen Biro ini didominasi oleh gen Y.
Dalam merangkul milenial, Kemenkes tak sekadar menjadikan mereka sebagai target audiens, tapi juga mitra. Mereka pun kerap mengadakan pertemuan dengan blogger, menggaet influencers, hingga pegiat media sosial. Berbagai program komunikasi pun dikemas semenarik dan seinteraktif mungkin. Mulai dari Live Instagram Rabu Sehat (Rehat), Siaran Radio Kesehatan (SRK), website Sehat Negeriku, sign ads, videografi, hingga menyelenggarakan berbagai gelar wicara di TV dan radio swasta nasional.
Dari data pembaca yang dihimpun PR INDONESIA menunjukkan hampir 70 persen audiens PR INDONESIA adalah generasi milenial dan Z. “Data ini mematahkan anggapan bahwa milenial memiliki minat baca yang rendah,” kata founder dan CEO PR INDONESIA Group Asmono Wikan.
Melihat tingginya minat milenial mendorong PR INDONESIA untuk mengemas konten yang mereka minati. Misalnya, artikel dengan gaya storytelling, memperbanyak infografis, mengintegrasikan platform Instagram dengan website, menghadirkan kuis, serta podcast yang akan segera dirilis. Majalah yang khusus menyajikan informasi tentang dunia PR ini juga secara rutin menyelenggarakan ICON PR INDONESIA sebagai bagian dari upaya menumbuhkan regenerasi PR. (ais)