Ketika public relations (PR) dapat mencitrakan dirinya sendiri, saat itulah dia mampu membangun brand untuk lembaganya.
JAKARTA, PRINDONESIA.CO - Inilah prinsip Dwi Rini Endra Sari, Kepala Sub Bagian Hubungan Pers dan Media Badan Meteorologi, Klimatologi dan Geofisika (BMKG). Ia telah merasakan sendiri manfaatnya. Ririn, begitu ia karib disapa, adalah pribadi yang berbeda ketimbang pertama kali ia bergabung di awal tahun 2008 sebagai pranata humas. “Ririn yang dulu itu polos. Anak baru lulus yang tidak memiliki pengalaman kerja,” ujarnya saat dihubungi PR INDONESIA melalui sambungan telepon di Jakarta, Kamis (4/6/2020).
Pimpinan Ririn ketika itu membimbing sekaligus menempanya. Kini, perempuan yang telah 12 tahun mengelola informasi terkait gejala alam cuaca, iklim, gempa bumi tektonik dan tsunami tersebut sukses membangun citranya sebagai humas yang berani mengambil sikap didukung dengan karakter yang khas.
Menurut perempuan kelahiran Jakarta tahun 1986 ini, upaya untuk menjadi pribadi yang lebih baik agar dapat berkontribusi lebih besar kepada organisasi akan semakin lengkap apabila mengantongi uji kompetensi profesi humas. Ia berharap ke depan bakal semakin banyak pranata humas yang mengikuti uji kompetensi tersebut.
PR Korporat
Di tengah makin tingginya tuntutan terhadap peran humas, ia kerap berpesan kepada timnya untuk memiliki kompetensi yang mumpuni layaknya praktisi PR korporat. Pertama, sebagai garda terdepan penyampai informasi seputar kebencanaan kepada masyarakat luas, kompetensi bahasa Inggris adalah kewajiban bagi humas BMKG. Apalagi BMKG berada di bawah Organisasi Meteorologi Dunia (World Meteorological Organization/WMO) yang kerap terlibat dalam pertemuan internasional.
Kedua, terampil menulis. Mulai dari kecepatan menulis rilis, struktur bahasa, hingga ketepatan isi. Ketiga, mampu berbicara di depan publik. Keempat, memiliki jam terbang yang tinggi karena kejadian bencana alam bisa terjadi kapan dan dimana pun tanpa pernah kita duga. Apalagi masyarakat makin ke sini makin kritis dan haus informasi, terutama saat terjadi bencana.
Ririn meragkum rumus jika instansinya sedang berhadapan dengan krisis. Pertama, tidak boleh menghindar dan harus berani tampil ke hadapan media. Kedua, proaktif, tidak sekadar menyampaikan informasi tetapi harus memastikan pesan diterima dengan baik oleh audiens. Ketiga, mudah dijangkau tanpa terbentur tembok birokrasi.
Humas adalah profesi yang tidak pernah terlintas dalam kamus cita-citanya. Awalnya, sarjana Komunikasi Universitas Muhammadiyah Jakarta (UMJ) ini bercita-cita sebagai jurnalis. Latar belakangnya, karena ia memiliki hobi menulis dan bertemu dengan orang baru.
Saking cintanya terhadap dunia jurnalistik, perempuan yang baru saja melepas masa lajangnya tersebut aktif bergabung di organisasi pers mahasiswa Balairung Post selama dua tahun saat masih kuliah di Diploma III Komunikasi Universitas Gadjah Mada (UGM).
Penggemar kopi ini kerap mengasah kemampuannya dengan aktif menulis lewat blog. Ia juga rajin mengirimkan hasil karyanya ke berbagai media massa. Hingga saat ini, Ririn masih menyimpan banyak mimpi. Salah satunya, meneruskan studi magisternya yang masih tertunda. (ais)