Membangun Cerita Rumah Sakit, Menyatukan Energi Positif
PRINDONESIA.CO | Senin, 08/06/2020 | 1.849
Membangun Cerita Rumah Sakit, Menyatukan Energi Positif
Respect, empathy, audible, clarity, dan humble merupakan lima strategi komunikasi yang bisa diterapkan humas RS di tengah masa pandemi covid-19.
Dok.Istimewa

JAKARTA, PRINDONESIA.CO - Isu krusial yang dimaksud mulai dari banyaknya tenaga kesehatan (nakes) yang terpapar Covid-19 akibat keterbatasan Alat Pelindung Diri (APD), adanya stigmatisasi negatif terhadap pasien positif, kasus pasien tidak jujur perihal riwayat perjalanannya kepada nakes, hingga penolakan jenazah pasien Covid-19 oleh masyarakat.

Menurut Anjari Umarjianto, Ketua Kompartemen Public Relations dan Marketing Perhimpunan Rumah Sakit Seluruh Indonesia (PERSI), semua permasalahan yang timbul tidak bisa selesai jika hanya mengandalkan pendekatan layanan teknis medis semata. “Perlu kemampuan komunikasi yang baik, mulai dari jajaran manajemen hingga pelaku pelayanan RS,” ujar pria yang juga merupakan Ketua Umum Perhimpunan Humas Rumah Sakit Indonesia (PERHUMASRI) itu saat memandu gelar wicara virtual bertema “Membangun Komunikasi Publik Rumah Sakit di Tengah Wabah Covid-19” yang diselenggarakan oleh PERSI di Jakarta, Sabtu (18/4/2020).

Meski RS didera berbagai isu krusial, muncul fakta bahwa mayoritas publik memiliki kemauan besar untuk memberikan donasi kepada RS guna menyelesaikan krisis akibat Covid-19. Berdasarkan data percakapan yang dihimpun melalui media sosial Twitter dan Instagram, serta media daring sepanjang periode 20 Maret – 5 April 2020, pendiri Drone Emprit Ismail Fahmi, menemukan pola menarik. Percakapan publik dalam bentuk dukungan terhadap RS sangat tinggi. Namun, lama kelamaan mulai menurun. “Kondisi ini menimbulkan pertanyaan. Sampai kapan publik akan memberikan dukungannya kepada RS? Bisa jadi suatu saat mereka akan lelah. Perhatian mereka kepada RS pun lambat laun berkurang,” tambah Fahmi yang memanfaatkan metode analisa Social Network Analysist (SNA).

Untuk itu, penting bagi praktisi humas RS memerhatikan kapan waktu yang tepat untuk melakukan engagement dengan publik di media sosial. Fahmi mengusulkan mulai dari jam 7 pagi, lakukan lagi di jam 10 pagi, seterusnya sampai malam hari. Di samping itu, kenali siapa influencers ataupun komunitas yang suaranya didengar oleh publik. “Tidak perlu menggandeng mereka yang memiliki jumlah pengikut besar. Yang penting, mampu membangun cerita humanis yang memberikan energi positif dan mengandung pesan yang sifatnya menyatukan,” ujarnya. Selain itu, perlu kerja sama lintas sektor untuk mengedukasi masyarakat mengenai stigma yang timbul terkait terkait Covid-19.

 

REACH

Pernyataan Fahmi diamini Aqua Dwipayana, Konsultan Komunikasi. Menurutnya, masyarakat menaruh harapan tinggi kepada RS. Untuk itu, RS diharapkan mampu melayani dengan hati dan secara hati-hati. Sebab, begitu ada satu – dua pasien merasa tidak dilayani dengan baik, ia akan dengan mudah menyampaikan keluhannya ke media sosial.

Aqua lantas menekankan pentingnya mengimplementasikan rumus lima strategi komunikasi. Ia merangkumnya menjadi REACH. Terdiri dari, pertama, respect. Tidak pandang bulu dalam melayani pasien. Kedua, empathy. Tunjukkan sikap empati terhadap pasien bahwa kita merasakan apa yang mereka rasakan. Ketiga, audible. Pastikan informasi dapat diterima dan dipahami dengan audiens dengan bahasa sederhana. Keempat, clarity. Gunakan kalimat sederhana secara terbuka. Terakhir, humble. Tunjukanlah sikap rendah hati dan tidak sombong. (ais)

BERITA TERKAIT
BACA JUGA
tentang penulis
komentar (0)
TERPOPULER

Event

CEO VIEW

Interview

Figure

BERITA TERKINI