Tiga hal ini sudah menjadi bagian dari DNA Mitha, begitu Dian Amintapratiwi Purwandini karib disapa. Perempuan yang genap berusia 35 tahun ini memendam mimpi besar dapat mewujudkan ketiga passion-nya itu secara bersamaan dalam pagelaran internasional.
JAKARTA, PRINDONESIA.CO - Usianya masih tergolong muda, namun Mitha sudah dipercaya sebagai Team Leader Strategy Lembaga Manajemen Aset Negara (LMAN). Sebuah badan layanan umum di bawah Kementerian Keuangan (Kemenkeu) yang bertugas mengelola aset negara sekaligus pendanaan pembebasan lahan infrastruktur. Ia bergabung di Divisi Pengembangan Usaha, Strategi Komunikasi dan Hubungan Kemitraan ini tahun 2018.
Bagi Mitha, amanah yang diembannnya sekarang luar biasa menantang. Sebab, LMAN merupakan badan yang tergolong masih muda, baru didirikan pada tahun 2015. Sementara profesi humas lahir tiga tahun setelahnya. Bukan perkara mudah membangun sebuah divisi komunikasi sejak dari nol. Meski begitu, ia tetap menjalankan tugasnya dengan profesional dan penuh integritas.
“Dibutuhkan usaha yang luar biasa untuk memperkenalkan brand LMAN ke masyarakat,” ujar perempuan yang baru saja menyelesaikan studi Magister Manajemen Komunikasi di Universitas Indonesia itu. Beruntung, label Kemenkeu yang melekat pada LMAN cukup membantu Mitha beserta empat orang anggota timnya untuk mendorong instansi ini menjadi lebih populer.
Humas LMAN menjalankan dua fungsi utama. Pertama, membangun awareness publik dan membuat masyarakat aware terhadap optimalisasi aset negara. Kedua, membangun awareness internal lembaga terhadap pentingnya keberadaan humas itu sendiri. Menurut perempuan yang pernah bekerja sebagai Corporate Relations di BRI dan Garuda Indonesia tersebut, kedua tugas itu tak bisa dibilang mudah. “Pengelolaan aset negara ini penting dan krusial bagi perekonomian negara. Jika di negara maju, aset-aset yang dimiliki bisa berkerja atau menghasilkan dengan sendirinya. Berbeda dengan di Indonesia. Dibutuhkan usaha besar untuk menjaga agar aset-aset kita itu tidak diam (idle),” ujar peraih INSAN PR INDONESIA 2019 – 2020.
Karena tantangan itulah kompetensi yang dibutuhkan untuk menjadi humas LMAN menjadi tidak biasa. Yang bersangkutan harus memiliki sensitivitas dalam menganalisis situasi sekaligus memberikan solusi. Sementara adaptif terhadap perkembangan teknologi menjadi kompetensi mandatori di era digital seperti saat ini. “Tapi, melek teknologi bukan berarti menghilangkan sisi humanisme. Karena sejatinya teknologi hanya sebuah sarana. Manusialah yang menerima pesan,” ujarnya buru-buru meluruskan.
Menari
Di tengah padatnya aktivitas sebagai praktisi public relations (PR), Mitha tak pernah absen untuk berlatih dan mengikuti pentas seni tari Jawa klasik gaya Yogyakarta. Seni tari ini sudah ia gelutinya semenjak usianya masih delapan tahun. Bahkan, ia baru saja pentas di Duta Seni Inggris.
Kecintaannya terhadap kesenian Jawa ini ia peroleh dari ibunya. Saking cintanya terhadap dunia itu, ia bercita-cita ingin membuat pagelaran seni internasional di mana ia berperan sebagai PR yang mempromosikan kebudayaan Indonesia. “Saya yang jadi PR-nya sekaligus menjadi penarinya,” ujar perempuan berambut sebahu itu seraya tertawa. Ketika itulah, kata ibu dari satu anak ini, fungsi PR, diplomat, serta hobinya menari berjalan beriringan. (ais)