Pandemi Covid-19 memaksa perusahaan/brand merombak strategi bisnis, pola kerja, dan beradaptasi dengan berbagai kegiatan yang serba baru.
JAKARTA, PRINDONESIA.CO - Hal serupa turut dialami oleh DMID, perusahaan konsultan branding yang memiliki spesialisasi membentuk strategi branding, corporate identity, hingga brand engagement. “Kebijakan jaga jarak fisik dan bekerja dari rumah tentu menjadi tantangan tersendiri bagi kami, termasuk perusahaan lain dalam mempertahankan brand,” kata Managing Director DMID Almira Shinantya kepada PR INDONESIA, Selasa (21/4/2020).
Menurut perempuan blasteran Belanda kelahiran tahun 1983 ini, ada lima hal yang dapat dilakukan untuk menyelamatkan brand di masa penuh ketidakpastian seperti sekarang. Pertama, tunjukkan warna asli brand kita. “Ini saat yang tepat bagi kita untuk melakukan evaluasi dan menyesuaikan kembali nilai-nilai dan posisi dari brand, tanpa harus lari dari esensi atau maksud dari tujuan brand,” katanya.
Dalam situasi yang membingungkan seperti sekarang, banyak orang mencari brand yang dapat mereka percaya dan menunjukkan tindakan tulus tanpa terkesan memanfaatkan situasi sulit. Publik akan mengingat brand yang telah membawa kontribusi positif terhadap diri mereka dan sekitar. “Tetap fokus mencari cara-cara baru agar tetap relevan dan menambah nilai brand kita dalam keseharian masyarakat," ujar ibu dari dua anak itu.
Langkah ini bisa dilakukan dengan mudah apabila brand telah memiliki fondasi kuat. Jika belum, inilah saat yang tepat untuk berinvestasi membangun brand menjadi lebih strategis. Seperti kalimat bijak, life is short, brand It! Maksudnya, hidup itu singkat, maka bangunlah brand dengan sebaik-baiknya.
Inovasi
Kedua, berinovasi. “Perubahan di tengah krisis terjadi dengan cepat, maka ide yang kita miliki dan saat mewujudkannya harus berjalan dengan kecepatan yang sama,” ujar Almira. “Kondisi yang kita hadapi sekarang mendorong kita untuk mempercepat setiap proses dan mengaplikasikan ide baru ke dalam cara-cara yang mudah dipraktikkan,” imbuhnya.
Untuk itu, lakukan analisis data lebih dalam, pahami apa yang masyarakat sedang lakukan, periksa kembali setiap hubungan yang dibangun brand selama beberapa tahun terakhir. Langkah ini akan memberikan pegangan kuat bagi perusahaan untuk memikirkan dan menyesuaikan kembali produk atau layanan yang mereka miliki. Dengan catatan, tidak lari dari inti sari esensi brand selama ini.
Ketiga, terus berkomunikasi dan terhubung. “Jangan tertidur di masa seperti ini!" katanya. Sebab, ini adalah masa paling buruk bagi brand jika hanya berdiam. “Dunia bisa pergi meninggalkan kita kalau kita tidak melakukan sesuatu,” imbuhnya. Maka, berkomunikasilah terus dengan konsumen/audiens menggunakan bahasa sederhana dan mudah dimengerti.
Bangun komunikasi dan buka percakapan yang terbuka dengan audiens. Aktif terlibat dalam topik-topik yang relevan. “Jadilah sahabat bagi audiens kita di media sosial hingga mereka mengingat brand kita. Bangun komunikasi yang tulus, edukatif dan relevan,” katanya.
Keempat, berikan pengalaman terbaik. Kondisi seperti sekarang adalah awal dari banyaknya ekspektasi baru dari masyarakat terhadap brand. Untuk itu, pastikan brand mampu memenuhi, bahkan melebihi ekspektasi mereka. Kalau berhasil, bukan hanya brand-nya yang menonjol, loyalitas juga akan terbangun lebih kuat. “Caranya, pahami perubahan perilaku audiens. Ciptakan inovasi yang bisa membuat audiens tetap bisa menikmati layanan kita, meski ruang geraknya terbatas,” ujar perempuan lulusan Academy of Art University itu.
Kelima, lihat ke dalam. “Pastikan kita bersama tim internal yang mau berjuang menghadapi masa sulit. Lepaskan mereka yang justru membuat kita tidak leluasa dalam bertindak dan bergerak untuk menyelamatkan brand,” tutupnya. (ais)