Pergerakan dan interaksi antarmanusia yang serba dibatasi selama pandemi Covid-19, berpotensi menghambat aktivitas public relations (PR) untuk merawat engagement dan membangun awareness. Seharusnya tidak demikian.
JAKARTA, PRINDONESIA.CO - Justru di masa pandemilah elemen komunikasi sangat dibutuhkan. Peran PR menjadi amat strategis. PR harus memastikan komunikasi berjalan dengan baik dan solid baik di kalangan internal maupun eksternal.
Di masa sulit ini, PR dituntut harus mampu berdaptasi dengan cepat, berinteraksi dengan metode baru, melahirkan program PR yang kreatif, inovatif dan dikemas dengan storytelling menyentuh hati. Seperti kata Managing Director DMID Almira Shinantya, “Jangan tertidur di masa seperti ini!" katanya. Sebab, ini adalah masa paling buruk bagi brand/perusahaan jika hanya berdiam. “Dunia bisa pergi meninggalkan kita kalau tidak melakukan sesuatu,” imbuhnya.
Pernyataan Almira seolah mewakili suara hati para responden yang mengikuti survei Edelman Trust Barometer 2020 Special Report: Brand Trust and the Coronavirus Pandemic. Survei dilakukan oleh Daniel J. Edelman Holdings kepada 12 ribu responden dari 12 negara selama periode tanggal 23 – 26 Maret 2020.
Hasilnya, merek yang tidak bertindak apa-apa di masa Pandemi Covid-19, kepercayaannya terancam di mata konsumen. Sebanyak 33 persen responden memilih berhenti menggunakan merek tertentu karena merek tersebut tidak melakukan tindakan yang tepat selama pandemi. Sementara 71 persen responden akan kehilangan kepercayaan selamanya terhadap brand/perusahaan yang hanya mementingkan profit di periode sulit ini.
Menurut Tantri Kadiman Beekelaar, Head of Corporate and Public Affairs Edelman Indonesia, pandemi telah mengubah cara konsumen dalam memilih brand yang mereka gunakan selama ini. Publik kini cenderung lebih terikat secara emosional saat memilih merek. “Sebelumnya orang lebih mengedepankan sisi fungsional, sekarang pertimbangannya bergeser,” katanya kepada PR INDONESIA melalui panggilan video, Jumat (8/5/2020).
Untuk itu, inilah saat yang tepat bagi perusahaan untuk berinvestasi membangun brand. Tunjukkan kesungguhan dan kepedulian yang tulus, serta jadilah bagian dari solusi. “Fokus memberikan solusi, jangan jualan,” ujar Tantri.
Menantang
Kembali kepada Almira. Menurutnya, PR harus lincah di masa pandemi. “Perubahan di tengah krisis terjadi dengan cepat, maka ide yang kita miliki dan saat mewujudkannya juga harus berjalan dengan kecepatan yang sama,” ujar ibu dari dua anak itu. Jalan keluarnya, lakukan analisis data lebih dalam, pahami apa yang masyarakat sedang lakukan, serta bangun program dan interaksi yang meninggalkan kesan mendalam.
Bagi CEO and Principal Consultant Kiroyan Partners Verlyana (Veve) Hitipeuw, dalam situasi pandemi, ada kalanya tantangan justru terletak pada pucuk pimpinan. Tak mudah bagi PR meyakinkan pimpinan mengenai potensi dampak krisis. Alhasil kadang pimpinan mengambil arah yang berbeda saat membuat keputusan yang berdampak menimbulkan krisis lebih besar bagi organisasi. Untuk itu, penting bagi praktisi komunikasi untuk memastikan bahwa mereka didengarkan oleh pimpinan. Jika perlu, libatkan pihak ketiga yang dipandang obyektif.
Sementara bagi Eva Chairunisa, Kepala Humas PT KAI Daop 1 Jakarta, tantangannya terletak pada upaya menjaga komitmen perusahaan memberikan informasi secara berkala tanpa hambatan dan batasan. Apalagi perusahaan yang bergerak di bidang jasa transportasi publik ini sedang menjadi sorotan karena menjadi tempat berkumpulnya massa. Ia meyakini, investasi dari perusahaan selalu hadir dan komunikatif, terutama di masa pandemi, adalah reputasi.
Menurut SEVP Sekretaris Perusahaan PT Hutama Karya (Persero) Muhammad Fauzan, inilah momentum bagi PR dipaksa untuk lebih adaptif mengoptimalkan teknologi informasi. Setelah dijalani, hasilnya, ia menilai pola komunikasi justru makin produktif selama pandemi. Berbagai taktik dilakukan seperti membuat social media activation, video series, Podcast, dan kampanye video. “Justru, ketika jam kerja tidak dibatasi, muncul banyak ide baru yang lebih kreatif. Kemampuan komunikasi kami, secara tim, juga jauh lebih meningkat,” katanya.
Selama pandemi ini, mereka pun dituntut senantiasa mampu merespons cepat, menyampaikan empati, tetap tenang, menjalin komunikasi berkelanjutan, kreatif, dan inovatif, serta mengetahui informasi terkini tentang perusahaan. Selain itu, inilah momentum bagi perusahaan menunjukkan kepedulian. Bahwa HK tidak hanya mementingkan bisnis, namun ikut terlibat dalam upaya memutus penyebaran wabah.
Director of Marketing & Communications Intercontinental Jakarta T. Marlene Danusutedjo sependapat. Menurutnya, apa pun kondisinya, selalu ada peluang bagi praktisi PR dengan memanfaatkan perangkat daring. “Ketika kita selalu terkoneksi dan berkomunikasi, harapannya setelah pandemi berakhir, brand hotel tetap menjadi top of mind,” katanya.
Makin Erat
Di masa sulit ini, tiket.com memutuskan untuk mengubah fokus bisnis dari yang biasanya mendorong masyarakat untuk travelling menjadi customer handling. Serta, menanamkan sikap positif dan optimis. Di samping itu, inilah momentum bagi perusahaan memperat kekeluargaan di kalangan internal.
Agenda town hall yang kini dilakukan secara virtual menjadi momen bagi seluruh BOD dan karyawan untuk saling menguatkan dan menumbuhkan optimisme bahwa mereka mampu melewati pandemi ini bersama-sama. Langkah nyata itu diperkuat dengan dibukanya program sukarela bagi seluruh karyawan untuk membantu tim Customer Care yang saat ini sedang bekerja ekstra keras untuk menyelesaikan permintaan bantuan dari para pelanggan yang meningkat tajam selama pandemi. Program ini disambut hangat oleh internal.
Pun dengan Allianz Indonesia. Pandemi Covid-19 menjadi momentum bagi perusahaan untuk menunjukkan kepedulian dan meningkatkan engagement dengan karyawan. Tetap terhubung dengan rutin mengadakan on-line meeting, mereka juga tak pernah luput memerhatikan kondisi dan kebutuhan karyawan. Contoh, setiap divisi wajib memastikan kondisi kesehatan timnya dengan melakukan monitoring secara berkala melalui virtual check point. Serta, memfasilitasi LinkedIn Learning bagi karyawan yang ingin menambah kompetensi selama berada di rumah.
Di sisi lain, perusahaan mendorong nasabah untuk memaksimalkan layanan digital yang selama ini mereka miliki. Karena setelah pandemi usai, dunia akan memasuki era the new normal. Yakni, cara kerja normal dengan definisi baru. Salah satunya, membuat manusia makin melek digital. (Ratna Kartika)