Ramah adalah karakteristik yang melekat dalam kepribadian seorang Radityo Prabowo. Meski kini telah menduduki jabatan tertinggi di DJE Holdings Indonesia sebagai CEO, ia masihlah Radityo seperti ketika kami pertama bertemu.
JAKARTA, PRINDONESIA.CO - Kami menemuinya di pagi yang mendung, di ruang kerjanya, Jakarta, Jumat (14/2/2020). Menurut Radit, begitu ia karib disapa, hanya dengan modal karakter inilah serta kemauan untuk terus belajar yang membuatnya ada di posisi ini. Kadang, ia juga sulit percaya. Apalagi sulung dari empat bersaudara ini hanyalah pendatang dari kota kecil, Salatiga, Jawa tengah.
Tapi, jangan sepelekan soal pengalamannya di industri agensi public relations (PR). Tahun ini, alumni Universitas Diponegoro (Undip) itu genap satu dekade mengarungi kariernya di dunia public relations (PR).
Kepada Ratna Kartika dan Aisyah Salsabila dari PR INDONESIA, Radit berkisah tentang tantangan dan masa depan industri agensi PR. Berikut kutipannya.
Menurut Anda, apa isu industri agensi PR di Indonesia saat ini?
Dari pengamatan saya, isu agensi PR di negara kita adalah masih Jakarta sentris. Bisa dipahami karena semua pemegang keputusan dan pembuat kebijakan ada di kota ini. Mungkin dengan adanya pemindahan Ibu Kota Negara akan membuka kesempatan untuk korporasi, public affairs, membangun satelit agensi PR di sana.
Karena masih terpusat di Jakarta itulah, ketika kunjungan ke beberapa kampus di daerah, saya masih menemukan realita bahwa konsep mereka tentang agensi PR hampir tidak ada. Salah satu faktornya karena agensi PR lokal masih jarang. Inilah tantangan praktisi PR di tanah air untuk membuka dan memperluas jangkauan industri ini hingga ke semua daerah.
Di sisi lain, bisa jadi faktornya karena belum adanya kebutuhan. Maka tantangan berikutnya, bagaimana kita mampu menciptakan kebutuhan itu. Saya sangat berharap dalam 3 — 5 tahun mendatang, secara ekosistem, persebaran agensi PR di daerah sudah lebih merata. Apalagi Indonesia ini negara besar, diversifikasinya banyak. Ini peluang luar biasa.
Isu lainnya?
Saya merasa masih ada gap di industri ini, terutama dari sisi regenerasi mulai dari level terbawah, menengah, sampai PR profesional. Isu regenerasi ini penting untuk keberlangsungan dan keberlanjutan industri serta profesi PR. Apalagi tuntutan terhadap PR makin banyak dan dinamis.
Untuk itu, saya berharap dapat berkontribusi mendorong industri ini bergerak lebih lincah dan memiliki komitmen yang lebih kuat untuk membangun generasi dan pemimpin PR selanjutnya.
Niat baik ini tidak bisa dilakukan sendiri, perlu kolaborasi dan komitmen besar dari semua elemen. Menurut Anda?
Betul. Begitu banyak organisasi kehumasan di Indonesia, tapi apakah mereka saling berkomunikasi satu sama lain? Tidak ada yang tahu. Oleh karenanya, perlu ada yang mewadahi. Nah, kenapa tidak PR INDONESIA yang menjadi agen pemersatu itu?
Kalau bicara bisnis, kita berkompetisi secara sehat. Tapi, untuk keberlanjutan generasi dan keberlangsungan industri ini, mari kita duduk dan bergerak bersama-sama.
Menurut Anda, seperti apa dinamika agensi PR saat ini? Kalau bicara dari sisi kompetisi, secara general kompetisinya semakin semarak. Ada baragam bentuk agensi PR dari yang kecil sampai besar. Tapi, esensinya sama: membantu klien/brand mencapai golnya.
Kompetisi ini harus kita lihat dari kaca mata kebutuhan dan permintaan market dari klien. Apalagi saat ini banyak klien dari industri yang kian beragam. Kebutuhan mereka pun makin spesifik. Karena hal itu pulalah, saya percaya selalu ada market untuk setiap jenis agensi. Kami dari DJE Holdings akan selalu mengutamakan kebutuhan klien dan sangat transparan jika memang kita kurang tepat sebagai mitra.
Sekarang ini menjamur perusahaan rintisan. Apa yang membedakan mereka dengan klien yang lain?
Perbedaannya terletak pada aspek ekspektasi, fleksibilitas dan kecepatan. Kondisi ini bisa dipahami karena karakter perusahaan mereka umumnya sangat modular dan lincah (agile). Pendekatan yang kami lakukan pun berbeda, kurasinya juga harus kuat. Di satu sisi, sebagai agensi kita harus secara persisten memberikan edukasi kepada klien agar mereka mampu membedakan antara kebutuhan dengan keinginan.
Menurut Anda, apa yang harus dilakukan agensi PR agar mampu bertahan di tengah kompetisi makin ketat, tuntutan makin banyak dan perubahan kian dinamis?
Pertama, mereka harus mampu membangun reputasi yang positif dan terpercaya di mata market baik secara etika mapun compliance (kepatuhan).
Kedua, terus berinovasi. Tidak perlu muluk-muluk harus selalu menjadi yang terdepan dan pertama. Paling tidak mereka mampu bergerak sefleksibel dan selincah klien-klien, yang misalnya, merupakan perusahaan rintisan (startup). Ketiga, membangun passion tim. Karena segala bentuk inovasi dan kreativitas itu lahirnya dari tim.
Apa tantangan terberat dan berbeda untuk dapat mewujudkan concern Anda tadi di era seperti sekarang? Apakah mengelola SDM atau soal teknologi?
Bicara soal SDM, omong-omong, tahun ini kami sedang menantikan gelombang pertama generasi Z untuk bekerja sebagai karyawan magang. Menurut saya, mau itu milenial maupun generasi Z, sebenarnya hanya label.
Tantangan kami, terutama saya dan supervisor yang ada di sini adalah kemauan membuka hati, pikiran untuk memahami dan mengkurasi persona, karakter, kekuatan, dan kelemahan setiap anggota tim. Karena pada dasarnya, kita ini adalah pribadi yang berbeda. Tiap personal, beda perlakuannya. Si A mungkin perlu banyak dibimbing, sementara si B cukup diberi tahu dan tidak suka terlalu dikontrol.
Kalau soal disrupsi teknologi, tidak bisa dimungkiri memang merupakan tantangan terbesar di era ini. Perkembangannya luar biasa dinamis. Ada kalanya kita tidak bisa mengejar perkembangan itu padahal baru kemarin memformulasikan strategi yang menurut kami terkini.
Namun, menurut saya, tantangan terberat justru kembali kepada jati diri kita sendiri sebagai manusia. Apa itu? Komunikasi. Esensi komunikasi itu dari zaman dahulu kala sampai sekarang tetap sama: interaksi manusia. Human interaction ini adalah soal bagaimana kita memahami satu sama lain, mencoba memiliki dan mencari kesamaan visi, misi serta sepakat yang sama.
Inilah pentingnya rumus 3 C (content, context, creative). Di era sekarang, semuanya tentang bagaimana kita memformulasikan sebuah hubungan komunikasi yang tulus dan nyata. Karena kembali lagi, industri dan profesi PR adalah soal meyakinkan dan mendapatkan kepercayaan (trust).
Pernah mengalami pengalaman paling menantang?
Banyak. Salah satunya, saat klien kami, perusahaan maskapai penerbangan, menerima keluhan dari salah satu duta besar. Sebenarnya, beliau mengalami ketidaknyamanan saat ground handling atau proses di bandara. Meski bukan bagian dari tanggung jawab aviasi, tapi kami tetap merespons dan menanganinya dengan baik dan hati-hati.
Pengalaman lain yang juga tak terlupakan adalah saat peluncuran salah satu gawai yang berakhir ricuh. Saat itu saya sedang menangani event lain di Semarang. Begitu mendapat informasi tersebut, saya langsung ke Jakarta.
Saat berada dalam situasi krisis, intinya, kita harus tetap bersikap tenang, mengedepankan empati, memprioritaskan penanganan korban, jujur, dan tulus. Serta, memilih advocate yang dapat melihat peristiwa ini dari konteks yang netral.
Bicara soal 20th Edition of the Edelman Trust Barometer, apa yang bisa kita pelajari dari riset tersebut?
Untuk yang global sebenarnya sudah keluar. Kalau yang versi Indonesia sedang kami persiapkan. Jadi, mohon bersabar. Apalagi dengan adanya wabah COVID 19, kami juga harus lebih berhati-hati dan berempati. Ketika nanti sudah siap, kami akan menyampaikannya kepada PR INDONESIA.
Kalau dari versi global, yang menarik adalah adanya gap trust yang sedikit melebar (dari tahun-tahun sebelumnya) antara general population dengan inform public. Inform public adalah kelompok masyarakat/responden yang cukup aktif mencari dan mengakses informasi.
Meningkatnya tingkat mengonsumsi berita berikut engagement-nya berupa komentar, like dan share ini adalah kompensasi dari banyaknya informasi hoaks dan fake news. Kondisi ini mendorong mereka cenderung bersedia untuk berbagi (share) ketika menemukan berita yang kredibel.
Lainnya yang patut jadi perhatian, responden menilai sumber yang dianggap paling kredibel di mata publik adalah karyawan. Terutama, tim ahli dari perusahaan yang bersangkutan. Untuk itu, penting bagi perusahaan mendapatkan trust dari karyawan. Membangun trust dari employee sebagai garda terdepan perusahaan, secara tidak langsung memproteksi kesuksesan bisnis, membantu operasional lebih efesien, dan keberlangsungan usaha.
Seberapa besar dampak dari temuan-temuan itu memengaruhi cara kerja industri agensi PR ke depan?
Kami dituntut untuk bisa memahami bisnis klien sehingga kami memiliki peran lebih strategis, tidak hanya eksekusi. Sebagai agensi PR, kita juga harus mampu menunjukkan value (nilai) agar memiliki peran esensial bagi klien.
Selain itu, kita dituntut untuk bisa lebih berteman dengan data secara cerdas dan bijak (ethical data) agar mampu membangun strategi komunikasi yang memiliki relevansi yang tinggi. Di era yang bising ini, relevansi yang dikombinasikan dengan konten itu menjadi sangat penting.
Di sisi lain, sebagus apapun konten kita dan erat relevansinya, akan menjadi sia-sia apabila kita tidak mampu mengemasnya menjadi pesan/informasi yang kreatif. Kreativitas itu penting untuk menarik perhatian. Sebab tugas PR pada dasarnya membantu mengomunikasikan pesan/informasi yang ingin disampaikan oleh perusahaan.
Maka dari itu, sekarang kita mengenal istilah 3 C. Content is the king, context is the queen, creativity is the princess. Penting bagi kita yang berkecimpung di dunia PR saat ini untuk mampu memformulasikan 3 C ini. Selanjutnya, strategi ini bisa diaplikasikan secara lebih besar untuk perusahaan. Salah satunya, melalui sinergi dengan bagian marketing, serta masih banyak lagi.
Bagaimana cara Anda menggali kreativitas tim?
Salah satu keuntungan sebagai agensi PR multinasional adalah kita memiliki banyak peluang dan akses untuk mendapatkan berbagai pengalaman terbaik dari banyak negara. Jadi, tidak ada alasan bagi kita untuk tidak bertanya dan belajar. Sebab, dengan memanfaatkan sumber daya dan memiliki banyak sumber adalah cara untuk kita bisa selangkah di depan.
Banyak lulusan, khususnya Jurusan Ilmu Komunikasi, yang kesulitan memilih jalur yang akan lebih dulu mereka tempuh di dunia PR. Menurut Anda?
Menurut saya, semua itu dialami oleh hampir semua generasi muda. Kebingungan ini terjadi karena mereka dihadapkan oleh banyaknya pilihan. The illuson of choice inilah yang harus mereka sikapi dengan bijaksana. Caranya, temukan panggilan jiwa (passion), tentukan tujuanmu dan harus menjadi channel agnostic. Dengan menggali dan mengenali diri lebih dalam, baru kemudian kita bisa membuat peta jalan karier yang akan kita tempuh.
Apa hobi Anda?
Di sela-sela membangun kembali stamina karena sempat mengalami cedera lutut sehingga vakum melakukan kegemaran berlari, alhamdulillah, saat ini saya sudah hobi baru.
Apa itu?
Memelihara dan merawat kucing. Saya baru saja mengadopsi kucing dan secara resmi menjadi Bapak dari kucing yang bernama Noro, he-he.
Apa mimpi yang ingin Anda capai?
Mengajar selalu menjadi passion saya yang lain. Termasuk, salah satunya ingin membuat career center untuk teman atau sesama kolega seangkatan. Sebab, di posisi saya saat ini, saya butuh sesama yang bisa menjadi teman curhat, tapi mereka tahu konteks permasalahan kita. (rtn)