Wabah Coronavirus Disease (Covid-19) tak hanya menyangkut permasalahan medis, tapi juga ekonomi dan sosial yang menyertainya. Pemerintah Kota Semarang fokus pada dua hal: menekan angka penyebaran Covid-19 dan memerhatikan kondisi ekonomi warga melalui jaring pengaman sosial.
SEMARANG, PRINDONESIA.CO - Kota Semarang lahir dan bersandar pada aktivitas perdagangan dan jasa. Sebelum pandemi Covid-19, Semarang tengah bersolek menjadi warna baru dalam industri pariwisata di Indonesia. Banyak warga yang bergantung pada sektor perdagangan jasa ini. Saat pandemi bermula, dampak yang paling dirasakan hingga kini adalah turunnya pendapatan dari sektor perdagangan. Hal ini mengakibatkan munculnya keluhan warga.
Untuk itu, Pemkot Semarang fokus di dua hal tadi. “Kedua hal ini harus seimbang karena saling berkaitan erat satu satu sama lain,” kata Hendrar Prihadi, Wali Kota Semarang, secara tertulis kepada PR INDONESIA, Jumat (17/4/2020).
Saat ini satu-satunya cara untuk memutus rantai penyebaran Covid-19 ini adalah dengan menjaga jarak dan menerapkan stay at home. Masalahnya, cara itu tidak dapat dengan mudah dilakukan karena ada latar belakang faktor ekonomi. Suara-suara warga, terutama yang bergerak di sektor informal dan UMKM, bermunculan, “Pak Wali, kalau di rumah saja, saya makan apa?”
Merespons hal tersebut, Wali Kota Hendrar berkata, “Pemkot Semarang tetap menekankan pentingnya jaga jarak fisik (physical distancing) dan bekerja dari rumah (work from home) sesuai anjuran pemerintah pusat dan WHO. Tapi kami juga mengabaikan aspirasi warga,” katanya. “Pemkot Semarang akan terus mencari formula dan jalan tengah terbaik,” ujar pria yang karib disapa Hendi itu sungguh-sungguh.
Lantas apa solusi bagi warga di sektor informal? Jaring pengaman sosial. “Kita keroyok bareng-bareng warga tidak mampu dan terdampak pandemi agar mereka dapat bertahan hidup melalui beberapa bantuan,” katanya.
Berdasarkan Data
Bantuan tersebut meliputi bantuan sosial sembako bagi 116.000 warga terdampak, keringanan retribusi PKL dan rusunawa, hingga diskon PDAM. “Kami siapkan sumbernya antara lain dari sedekah rekan-rekan ASN Pemkot Semarang yang terkumpul 33.000 paket, sumbangan donasi, dan realokasi APBD dengan melakukan rasionalisasi anggaran untuk penanganan Covid-19,” ujarnya.
Wali Kota Hendrar menyadari bantuan sosial ini tidak cukup. Ia lantas menggagas Lumbung Kelurahan. Sistemnya mudah. Bagi warga yang mampu diwajibkan membantu kebutuhan makan untuk warga tidak mampu di kelurahan tersebut. Sehingga, tercipta ekosistem lingkungan yang saling peduli dan bertanggung jawab satu sama lain.
Untuk mempercepat terputusnya rantai pandemi, Wali Kota Hendrar menekankan seluruh jajarannya agar bekerja by data, bukan by-per alias baper (bawa perasaan). “Semuanya based on data dari lapangan. Jadi, data yang kita himpun itu merupakan angka pasti, bukan berdasarkan perasaan apalagi penerawangan,” ujarnya.
Adapun landasan Pemkot Semarang dalam menengani Covid-19, yakni pembuatan database yang real-time dan tervalidasi oleh Dinas Kesehatan Kota Semarang. “Dari data orang dalam pengawasan (ODP), kami telusuri siapa saja yang melakukan kontak langsung dengan pasien positif. Data yang terkumpul, kami publikasikan melalui situs www.siagacorona.semarangkota.go.id,” katanya.
Implikasinya, jumlah ODP di Kota Semarang tampak tinggi jika dibandingkan daerah lain. Apakah ini merupakan dampak positif? “Tentu saja!” serunya, yakin. Dari kacamata mitigasi, semakin banyaknya orang yang terdeteksi semakin banyak orang pula yang waspada. Ketika kewaspadaan itu sudah terbentuk, pemerintah menjadi lebih mudah memberikan pemahaman, khususnya mereka yang berstatus ODP, untuk melakukan karantina mandiri.
Pemkot Semarang juga memastikan keIayakan ruang penanganan Covid-19. Sehingga, pasien terlayani dengan baik dan angka kematian dapat ditekan. Pemkot Semarang pun berinisiatif untuk menyulap Rumah Dinas Wali Kota dan Balai Diklat milik Pemkot sebagai rumah sakit darurat bagi ODP dan PDP. Tempat itu untuk mengakomodasi masyarakat yang tidak memiliki ruang isolasi layak di rumah. “Mereka dapat memanfaatkan dua tempat itu sehingga tidak membawa risiko bagi orang lain,” ujarnya.
Hingga saat ini, kurva pasien positif Covid-19 di Kota Semarang berdasarkan informasi yang dihimpun dari www.siagacorona.semarangkota.go.id terus bertambah. Untuk menekan angka itu, Pemkot Semarang menyusun sejumlah strategi. Salah satunya, melakukan pendataan kepada para pendatang dan melakukan upaya klinis bagi penyembuhan pasien positif. Hingga tulisan ini diturunkan, dari 121 pasien positif Covid-19, sudah ada 39 pasien sembuh dan 22 pasien meninggal.
Meski kurva pasien positif Covid-19 beranjak naik, berdasarkan grafik yang diperoleh dari situs yang sama, warga yang sadar akan risiko Covid-19 pun mengalami peningkatan. Salah satu faktornya karena Pemkot Semarang gencar melakukan berbagai langkah preventif.
Berbeda dengan pemerintah pusat, pemerintah daerah (kota/kabupaten) memiliki fungsi sebagai pelaksana kebijakan. Efeknya, ASN harus selalu siap memberikan waktu dan tenaganya untuk melayani di warga secara dekat. Termasuk, dalam hal memberikan edukasi dan sosialisasi.
Contoh, jauh sebelum Covid-19 mewabah, Gerakan Masyarakat Hidup Sehat (Germas) tadinya tidak pernah mendapatkan tempat di hati masyarakat. “Pandemi Covid-19 ini menjadi momentum bagi kita untuk kembali menyuarakan ajakan itu,” ujarnya seraya menekankan kepada seluruh jajarannya untuk gencar mengaktifkan forum dialog dengan warga untuk bersama-sama mengaktifkan kembali gerakan itu. Mereka pun tak melewatkan kesempatan melakukan sosialisasi saat roadshow penyemprotan disinfektan.
Meski begitu, Wali Kota Hendrar melanjutkan, mereka tidak bisa berjalan sendiri. Perlu dukungan seluruh stakeholder. Caranya, menjalankan Konsep Bergerak Bersama yang selama ini telah dilakukan. “Bersama-sama kita saling menguatkan, mengisi dan membantu,” imbuhnya.
Ia berpendapat, Konsep Bergerak Bersama baru akan efektif jika pemerintah memberi contoh. Keseriusan itu ditunjukkan dengan langkah Pemkot membatalkan sejumlah agenda yang sifatnya mengumpulkan massa. Sebut saja, Forum Kota Sehat dan puncak apresiasi PR INDONESIA Awards (PRIA) 2020. Aksi ini mendapat respons positif dari masyarakat. Akhirnya, tumbuh kesadaran untuk membatalkan atau menunda agenda meeting, incentive, convention, and exhibition (MICE) dan ibadah yang melibatkan massa berjumlah besar.
Banyak hikmah dibalik pandemi ini. Mulai dari sisi sosial, gotong royong, dan saling membantu. Tingkat polusi menurun, udara menjadi lebih sejuk. Imbauan bekerja dari rumah juga membuat kita memiliki banyak waktu dengan keluarga. “Semoga setelah peristiwa ini, jumlah keluarga harmonis di kota ini makin bertambah,” katanya. (rvh)