Pandemi Covid-19 nyatanya memberikan tantangan sekaligus membuka banyak peluang baru. Apa saja?
JAKARTA, PRINDONESIA.CO - Menurut Staf Ahli Menteri Komunikasi dan Informatika Bidang Hukum Henri Subiakto, tantangan selama masyarakat banyak beraktivitas di rumah dan lebih banyak menggunakan media sosial sebagai sarana berkomunikasi dan memperoleh informasi adalah meningkatnya angka kejahatan siber. “Selama WFH (work from home), penggunaan media sosial meningkat 40 persen, sementara penggunaan aplikas penunjang kerja naik 443 persen,” ujarnya saat menjadi pembicara di acara ISKI Talk Series Episode 6 yang dilakukan secara virtual, Selasa (5/5/2020).. “Kondisi ini diikuti dengan meningkatnya kejahatan siber secara signifikan. Tercatat ada 1.222 hoaks atau infodemik sepanjang Februari – April 2020,” imbuh Dewan Pakar ISKI Pusat itu.
Hal tersebut menuntut semua elemen masyarakat memiliki pengetahuan dan kemampuan literasi dgital. Sementara pentingnya kesadaran keamanan informasi ini adalah persoalan kultur. “Kami menindaklanjuti tantangan ini dengan aktif melakukan kampanye literasi digital dan keamanan informasi, bekerja sama dengan lembaga penyiaran, telekomunikasi, asosiasi blogger, dan stakeholders,” katanya.
Pandemi ini juga membuka peluang baru. Pascapandemi, dunia akan memasuki era normal yang baru. “WFH membentuk kultur baru, kita bisa belajar, bekerja dari manapun dan kapanpun. Kultur baru ini bisa mempercepat Revolusi Industri 4.0,” ujarnya. “Kita juga akan menemukan banyak model dan kreativitas baru,”tambahnya. Untuk itu, lanjut Henri, kita perlu mengembangkan program pasca-Covid-19.
Pemerintah Serius
Dalam kesempatan itu, Henri menepis anggapan pemerintah lalai menangani pandemi ini. “Pemerintah langsung menangani secara serius,” kata Guru Besar Ilmu Komunikasi Universitas Airlangga itu, tegas. Menurutnya, tidak ada negara di mana pun yang siap menghadapi pandemi Coronavirus Disease (Covid-19), termasuk Indonesia. Namun, pemerintah tak tinggal diam dan terus mengerahkan segala daya upaya.
Ia mengatakan, dalam teori public relations, penanggulangan krisis dapat dilakukan dengan tiga cara. Mulai dari perencanaan sebelum, saat dan setelah terjadinya krisis. “Namun dalam kasus Covid-19, hampir semua negara belum mempunyai pengalaman. Mereka harus belajar dan melalui tahapan trial and error,” katanya.
Henri lantas mengungkapkan sejumlah kebijakan yang telah diambil pemerintah dalam menangani pandemi Covid-19 mulai dari membentuk tim responding to crisis, yaitu Satuan Tugas Penanganan Covid-19, menunjuk pengarah meliputi Menko Bidang PMK, Menko Polhukam, Menteri Kesehatan, dan Menteri Keuangan.
Selain itu, menunjuk Kepala BNPB dan asisten operasi Polri sebagai ketua. Serta, melibatkan anggota kementerian lembaga terkait seperti Kementerian Kesehatan, Kementerian Komunikasi dan Informatika (Kemenkominfo), Kementerian Dalam Negeri, dan lainnya.
Khusus kebijakan responding to crisis di bidang Informatika, Kemenkominfo mendukung imbauan jaga jarak fisik dengan membantu menyiapkan perangkat, aplikasi, warning, tracing system. Bekerja sama dengan Google, WhatsApp, operator seluluer. Hingga meluncukan aplikasi PeduliLindungi yang berfungsi sebagai tracking, tracing dan warning.
Mereka juga mendukung kebijakan bekerja dari rumah (WFH) dengan menyusun regulasi dan protokol bidang internet dan teleomunikasi. Regulasi untuk operator agar berkontribusi membantu publik, mahasiswa dan pelajar yang harus memerlukan banyak kuota selama melakukan aktivitasnya di rumah. Mereka juga rutin melakukan kampanye keamanan informasi.
Kemenkominfo juga membuka call center dan pusat informasi khusus Covid-19. Meliputi, call center 112 (kedaruratan kabupaten/kota terdekat), 117 (kedaruratan Satgas Covid-19 BNPB), 119 (kedaruratan Kementerian Kesehatan), dan chatbot WhatsApp Covid-19.go.id. (den/rtn)