Sampah selalu menjadi masalah di Kampung Enam Tarakan, Kota Tarakan, Kalimantan Timur akibat kurangnya tempat pengumpulan sementara (TPS). Padahal jika diolah, sampah bisa bernilai ekonomi.
JAKARTA, PRINDONESIA.CO - Seperti yang disampaikan oleh CSR Staff Pertamina EP Asset 5 Tarakan Field Kautsar Restu Yuda saat melakukan presentasi di hadapan juri PR INDONESIA Awards (PRIA) 2020 di Jakarta, Kamis (5/3/2020).
Pada tahun 2008, tadinya hanya tersedia 50 TPS di Kampung Enam Tarakan. Kurangnya TPS membuat terjadinya tumpukan sampah hingga 60 ton per hari. Belum lagi, di wilayah itu belum ada kelompok pengelola sampah. Kepedulian masyarakat terkait pengolahan sampah pun masih minim. Pemda pun belum memiliki PERDA tentang pengelolaan sampah.
Prihatin akan kondisi tersebut Pertamina EP Asset 5 Tarakan Field menginisiasi adanya perubahan. Langkah pertama dimulai dengan melakukan program edukasi berupa ajakan kepada masyarakat untuk menjaga lingkungan. Salah satu caranya melalui inovasi pengelolaan sampah yang bernilai ekonomis yang kemudian dikenal dengan program “Sampah jadi Berkah”.
Program ini dilakukan secara bertahap sejak tahun 2016. Hingga akhirnya terbentuk Kelompok Swadaya Masyarakat (KSM) Ramah Lingkungan sebagai pusat edukasi dan percontohan pengelolaan sampah perkotaan.
Ada dua hal yang menjadi fokus utama KSM Ramah Lingkungan. Yakni, Depo Biodiesel dan Bank Sampah. Depo Biodiesel adalah pengolahan minyak jelantah menjadi minyak biodiesel B10 dan B20. Untuk setiap lima liter minyak jelantah dapat diolah menjadi satu liter minyak baru. “Kami bertugas mengedukasi masyarakat tentang bahaya mengonsumsi minyak goreng berulang berikut dampak pencemaran lingkungan dari minyak jelantah,” ujar Restu.
Sementara Bank Sampah, sambung Restu, dikerjakan dengan metode jemput bola. “Kami mengajak masyarakat untuk mengumpulkan dan memilah sampah, sembari terus mengedukasi pengolahan sampah menjadi pupuk organik, cair, hingga produk daur ulang,” ujarnya.
Ubah Perilaku
Hasilnya, program ini sukses mendorong aksi dan mengubah perilaku warga. Sebanyak 599 liter minyak jelantah yang biasanya dibuang oleh masyarakat di sembarang tempat, kini dapat diolah menjadi biodiesel B10 dan B20 sebanyak 479 liter. Sementara, jumlah sampah yang awalnya 400 ton, dapat diolah menjadi 9 ton sampah organik.
Untuk mendorong percepatan, Pertamina EP menyediakan berbagai infrastuktur berupa renovasi depo sampah, pengadaan fasilitas produksi bank sampah dan enbarter. Selain itu, perusahaan juga melakukan pendampingan seperti penguatan kelembagaan kelompok, uji sertifikasi biodiesel, dan pelibatan dalam seminar. Serta, melakukan pemberdayaan masyarakat seperti pelatihan pengolahan sampah organik dan anorganik dan pengembangan program Energi Baru Terbarukan.
Menurut Restu, keberhasilan program ini tak terlepas dari peran stakeholders mulai dari para akademisi (Universitas Borneo Tarakan, Universitas Nasional Jakarta, dan Universitas Gajah Mada Yogyakarta), Komunitas Bebas Sampah Kalimantan Utara, Kelompok Pencinta Lingkungan (Taling) SD Negeri 15 Kota Tarakan, hingga pemerintah baik pusat maupun daerah.
Selain telah menuai banyak apresiasi skala daerah hingga internasional, program ini juga telah diabadikan dalam jurnal ilmiah National Geographic dan buku-buku ISBN. Tiga di antaranya adalah Sardji Pahlawan Sampah, Merajut Asa Hingga Tapal Batas, dan Bakti Kami untuk Negeri. (rvh)