Penjurian PR INDONESIA Awards (PRIA) 2020 sesi presentasi kategori Program PR dan Departemen PR usai di Jakarta, Rabu (5/3/2020). Kesan dan catatan dari para juri terangkum di sini.
JAKARTA, PRINDONESIA.CO - Selama dua hari berturut-turut dari tanggal 3 – 4 Maret 2020, lima dewan juri telah menyaksikan penampilan peserta dari 24 korporasi dengan total 38 entri. Mereka adalah Asmono Wikan (CEO PR INDONESIA), Adita Irawati (Staf Khusus Menteri Perhubungan), Nurlaela Arief (Director Communication & Alumni Relations SBM ITB), Janette Maria Pinariya (LSPR Communication and Business Institute), dan Elvera N. Makki (President International Association of Business Communicators/IABC).
Kelimanya sepakat, para peserta telah memberikan penampilan terbaik dan memanfaatkan durasi tujuh menit yang berharga secara maksimal. Seperti yang diakui oleh juri Janette. Dekan PR, Marketing Communication, and International Relations LSPR yang sudah kali ketiga didapuk sebagai juri PRIA itu menyoroti tiga hal di kompetisi PRIA tahun ini. Antara lain, berkembang, banyak inovasi, dam makin berwarna. Adapun yang menurutnya unggul adalah peserta yang mampu menampilkan keunikan dan ciri khas dari setiap program maupun departemen PR mereka.
Apresiasi datang dari juri Nurlaela. Perempuan yang baru kali pertama duduk di bangku juri PRIA ini mengaku kagum dengan kualitas para peserta. Terutama, kepada instansi/korporasi yang memiliki SDM dan anggaran terbatas, namun mampu melahirkan dan mengeksekusi program PR dengan cukup relevan.
Menurutnya, inti dari aktivitas PR adalah mampu memberikan solusi dari setiap masalah yang dihadapi di perusahaan/industrinya. “Untuk sampai pada titik itu, suatu progam harus melalui proses yang komprehensif. Diawali dengan riset, perencanaan, eksekusi, hingga evaluasi,” kata perempuan yang karib disapa Lala itu seraya mengusulkan agar ke depan PR INDONESIA menambah subkategori kampanye sosial.
Harus Terukur
Lain Lala, lain Elvera. Menurut perempuan yang sebelumnya merupakan Director and Country Head of Corporate Affairs Citi Indonesia itu, program PR yang benar-benar komprehensif mulai dari objektif, eksekusi sampai evaluasi, dan melampaui ekspektasinya hanya ada kurang dari lima. “Masih banyak yang belum memberikan paparan secara komprehensif,” kata Vera, sapaan karib Elvera.
Petrokimia Gresik dan Danone Indonesia adalah peserta yang menurutnya paling mencuri perhatian. Vera menarik kesimpulan, bisa jadi dikarenakan keduanya mengirim lebih dari satu entri sehingga memberikan peluang kepada dewan juri untuk dapat melihat benang merah dari setiap program komunikasi mereka berikut dampaknya.
Meski begitu, kata Best Presenter PRIA 2019 tersebut, kepada peserta yang lain jangan berkecil hati. Sebab, inti dari ajang ini adalah memberikan ruang bagi para praktisi PR untuk berdiskusi dan mendapatkan umpan balik dari para dewan juri. Bahkan, para juri sampai memastikan paramater dampak dari setiap program PR mereka benar-benar terukur. Harapannya, kualitas program PR semakin baik ke depan. “Jangan salah, kami--para juri--juga sama-sama belajar dari kampanye dan program PR dari para peserta. Jadi, PRIA merupakan ajang yang sangat baik untuk kemajuan industri PR di Indonesia,” imbuhnya seraya menyebut kriteria pemenang yang ia cari adalah yang unik, out of the box, berdampak nyata, tepat sasaran, dan membantu institusi memenuhi target bisnis dan reputasinya.
Sementara juri Adita mengaku merasa campur aduk selama menunaikan tugasnya sebagai juri PRIA untuk kali perdana. “Saya bangga. Setelah dua hari berturut-turut menyaksikan penampilan peserta, saya bisa meyakini bahwa saat ini PR di tanah air sudah mendapatkan posisi yang cukup strategis di instansi/perusahaan masing-masing,” ujarnya. Hal itu tercermin dari programnya yang makin kreatif dan inovasinya out of the box.
Makin bangga, kata Adita, ketika perempuan yang sejak tahun 2018 lebih banyak berkecimpung di humas pemerintahan tersebut melihat peserta dari GPR mampu menunjukkan kualitas yang setara dengan kolega mereka di korporasi. “Bagi saya, itu pencapaian tersendiri. Apalagi datangnya dari humas pemda,” ujarnya seraya menyebut Pemkot Semarang dan Tangerang. Alasannya, karena ada hirarki birokrasi, peraturan dan kebijakan yang harus dipatuhi. Kesemuanya itu menjadi tantangan tersendiri bagi pelaku GPR.
Selain itu, perempuan yang merupakan Staf Khusus Presiden Bidang Komunikasi periode 2018 – 2019 ini juga bersyukur karena saat menjadi juri, ia dapat memberikan umpan balik. Dengan demikian ia dapat ini berkontribusi meningkatkan program dan industri PR yang lebih baik di masa depan. “Menang itu memang suatu hal. Tapi, yang tak kalah penting dari kompetisi adalah kita jadi tahu bagian yang harus diperbaiki, disesuaikan, dan ditingkatkan,” katanya.
Dari ajang ini pula ia menyimpulkan bahwa program-program peserta PRIA yang menonjol tak terlepas dari dukungan pimpinan dan SDM yang berkualitas. “Dukungan pimpinan menjadi faktor yang sangat penting di luar dari kreativitas dan inovasi itu sendiri,” ujarnya.
Tahun ini, para juri lebih banyak menekankan pada dampak dan pengukuran (measurement) PR. “Kami ingin memastikan setiap program memiliki tujuan yang jelas, realistis, dapat dicapai, diukur, dan akurat,” ujarnya. “Sebab, pada akhirnya, program PR yang efektif dan bisa dipertanggungjawabkan kepada manajemen adalah program yang bisa membawa outcome. Bukan hanya dari kuantitas siaran pers, artikel yang dimuat dan gathering yang dilakukan,” tutupnya.
Selanjutnya, para pemenang PRIA 2020 akan diumumkan di Kota Semarang, Kamis (2/4/2020). (rtn)