Membidik pasar baru, bukan hanya soal membangun strategi bisnis baru, tapi juga tentang strategi komunikasi yang tepat dan relevan sesuai audiens yang disasar.
JAKARTA, PRINDONESIA.CO – Seperti yang dirasakan oleh Allianz Life Indonesia dan HSBC Indonesia saat meluncurkan Joint Life Care, produk yang menyasar pasangan muda milenial, di Jakarta, Rabu (29/1/2020). Ya, rendahnya kesadaran berasuransi di kalangan milenial membuat mereka minim proteksi.
Fakta itu diperkuat dengan hasil riset yang dilakukan oleh PT Bank HSBC Indonesia (HSBC Indonesia) bersama dengan INTAGE Inc. Berdasarkan riset tersebut, ada tiga daftar pengeluaran terbesar kaum milenial. Terdiri dari travelling, kuliner dan fesyen.
Karena alasan itu, Head of Network Retail Banking and Wealth Management PT Bank HSBC Indonesia Edhi Tjahja Negara di hadapan para pewarta mengatakan, generasi milenial sebetulnya sadar pentingnya asuransi, tapi belum menjadikannya sebagai prioritas.
Kondisi ini pula yang melatarbelakangi fenomena bertambahnya jumlah penduduk, tak berbanding lurus dengan jumlah peserta asuransi. Kepemilikan asuransi di Indonesia masih di kisaran tiga persen. Padahal potensinya besar mengingat negeri ini sedang mengalami bonus demografi. Data BPS tahun 2018 menunjukkan jumlah generasi milenial di Indonesia mencapai lebih dari 63 juta jiwa.
Keengganan serupa juga terjadi pada pasangan muda milenial. Padahal mereka memiliki mimpi membangun keluarga yang lebih baik dan memulai bisnis sendiri. “Di sisi lain, berubahnya struktur piramida demografi di tanah air ikut mengubah kondisi sosial di mana sumber nafkah tak hanya dari ayah, tapi juga ibu,” kata Bianto Surodjo, Chief of Partnership Distribution Officer, Allianz Life Indonesia. “Itu artinya, mereka rentan terhadap risiko padahal keduanya adalah tulang punggung keluarga,” imbuhnya.
Allianz Indonesia melihat fakta-fakta ini sebagai peluang. Mereka bekerja sama dengan HSBC meluncurkan Joint Life Care. Bianto mengatakan, produk ini merupakan jawaban dari keinginan target audiens. “Produk ini lahir berdasarkan hasil riset,” ujarnya.
Setelah melakukan riset, terhimpunlah sejumlah alasan yang membuat milenial enggan berasuransi. Antara lain, ribet, bikin pusing, dan preminya mahal. Produk ini menepis semua isu tadi. “Produk ini memungkinkan suami-istri ditanggung dalam satu polis. Premi bulanannya terjangkau setara dengan pengeluaran ngopi sebulan atau Rp 500 ribu,” ujarnya. Dengan cara ini, mereka berharap bisa berkontribusi dalam memproteksi pasangan milenial se-tanah air serta membuat mimpi-mimpi mereka menjadi nyata.
Strategi Baru
Membuka pasar kepada milenial sama artinya dengan menyusun strategi komunikasi baru. Hal itupula yang dilakukan Allianz Life Indonesia dan HSBC Indonesia. Seperti yang disampaikan oleh Karin Zulkarnaen, Chief Marketing Officer, Allianz Life Indonesia, kepada PR INDONESIA, masih di acara yang sama. “Yang berubah bukan hanya strategi bisnis, jumlah agen, karyawan, hingga nasabah yang umumnya dari kalangan milenial. Tapi juga cara kami membangun komunikasi dan engagement baik kepada internal maupun eksternal—nasabah dan calon nasabah. Salah satunya, pasangan muda ini,” ujarnya.
Pendekatan komunikasi dan engagement yang dimaksud contohnya terlibat aktif dalam mempromosikan healthy living, gaya hidup yang sedang menjadi tren di kalangan milenial. Pun dalam membuat program loyalitas. Program yang dipilih sesuai dengan minat target audiens. Bentuknya beragam. Bisa berupa voucher makan, nonton, dan lain sebagainya.
Sementara dalam melakukan literasi berasuransi, yang ditingkatkan tidak hanya kuantitas. Tahun lalu, mereka telah meliterasi 72 ribu peserta di seluruh Indonesia. Lebih dari itu, harus didukung dengan kemasan yang juga menarik. Seperti yang sudah mereka lakukan tahun lalu, menggandeng komunitas Young on Top keliling kesepuluh kota melakukan program literasi asuransi. “Selain meliterasi, agenda itu sekaligus menjadi ajang sharing dan berbagi mimpi,” imbuh Karin.
Sementara pesatnya perkembangan teknologi informasi dimanfaatkan untuk membuka komunikasi seluasnya secara on-line. Salah satunya, mengemas pesan dalam bentuk video. Hasil video itu selanjutnya didistribusikan ke berbagai saluran komunikasi sehingga dapat menjangkau audiens lebih luas dan diakses dimanapun. “Selain berinovasi dari segi produk dan fitur, kami juga membuka jalur komunikasi di berbagai platform agar dapat menyapa dan berinteraksi lebih dekat dengan para nasabah,” tutupnya. (rtn)