Di tahun 2020, praktisi PR tak bisa lagi bekerja sendiri. Perlu kolaborasi baik internal maupun eksternal untuk mencapai tujuan bersama.
JAKARTA, PRINDONESIA.CO - Sore itu, Kamis (17/1/2020), Arninta Puspitasari menyambut kami dengan hangat di kantornya yang terletak di bilangan Menteng, Jakarta Pusat. Kepada PR INDONESIA, perempuan yang merupakan PR, Event and Sustainable Development Manager Nutrifood ini bercerita tentang tren dan tantangan praktisi public relations (PR) 2020.
Berkaca dari tren PR dari tahun ke tahun, ia mengatakan, inilah saatnya praktisi PR harus terbuka dengan kolaborasi. Kolaborasi yang dijalin tidak hanya menyasar mitra strategis di kalangan eksternal, namun juga kalangan internal. Menurut perempuan yang telah sebelas tahun berkarier di perusahaan minuman kesehatan ini, mitra strategis tak melulu dari pihak yang berdampak bisnis langsung dengan perusahaan (business to business), tapi lintas industri dan perusahaan asalkan memiliki nilai yang sama.
Seperti ketika mereka berkolaborasi bersama salah satu produk perawatan tubuh untuk membuat konten podcast. Dari segi bisnis memang tidak berkaitan langsung, tapi produknya menawarkan nilai yang sama, yaitu well-being. Dari situlah mereka menemukan misi yang ada irisannya.
Ya, peluang berkolaborasi memang makin terbuka ketika Nutrifood gencar melakukan strategi komunikasi dengan memanfaatkan teknologi digital selama tiga tahun terakhir. Apalagi ketika akan mengadakan kampanye kesehatan, mereka dapat berkolaborasi mulai dari komunitas kesehatan hingga crowdfunding platform. Kolaborasi juga dilakukan saat mereka memproduksi web-series.
Tak kalah penting, kolaborasi dengan internal lintas departemen. Kolaborasi internal ini tak hanya mempermudah perusahaan menyampaikan misi perusahaan kepada publik, namun juga berperan untuk mengonter isu yang menyesatkan. Contoh, hoaks tentang kesehatan. Sekadar informasi, sepanjang tahun 2019, hoaks tentang kesehatan menduduki peringkat kedua setelah politik. “Untuk meminimalisasi hoaks, kami berkolaborasi dengan Nutrifood Research Center menyampaikan informasi kesehatan disertai data yang valid dan terkini,” ujar ibu dari dua anak itu.
Tahun ini, divisi PR juga akan semakin terintegrasi dengan divisi lain. Terutama, marketing, human resources, dan sustainable development. Integrasi ini diyakini mampu mengoptimalkan anggaran, sekaligus bertujuan agar pesan sampai secara holistik.
Intuisi
Arninta berendapat, teknologi digital ibarat dua sisi mata uang. Di satu sisi, data yang tersedia cukup banyak. Di sisi lain, membuat praktisi PR semakin sulit mengambil keputusan dan lupa menggunakan intuisinya. Ia memberi contoh, dari data tampak dua pasien diabetes sebut saja A dan B. Pasien A mendapatkan dukungan dari keluarganya untuk tetap hidup berkualitas meskipun menderita diabetes. Pasien B, sebaliknya. “Beda kondisi, beda juga pendekatan komunikasinya,” imbuhnya.
Intuisi juga harus digunakan dalam menentukan strategi. Satu strategi belum tentu berlaku untuk semua. Maksudnya, jika suatu strategi PR berhasil bagi perusahaan A, belum tentu tepat diterapkan di perusahaan B. Karena itu, sebelum menentukan strategi, lakukan dulu kroscek fakta di lapangan agar relevan dengan audiens yang mau disasar. ”Secanggih apapun teknologi, sisi humanis PR jangan ditinggalkan. PR hendaknya tetap melakukan komunikasi tatap muka untuk mengetahui fakta di lapangan,” tutupnya. (rvh)