Tak sulit untuk menjadi juru bicara Presiden Joko Widodo. Justru Presiden yang selama ini melakukan inisiatif terobosan komunikasi. Yang harus digarisbawahi, jubir harus memahami dan mencerminkan karakter Presiden.
JAKARTA, PRINDONESIA.CO - Awal Desember 2019, Presiden RI Joko Widodo telah memiliki armada Staf Khusus (Stafsus) Presiden yang lengkap. Ada 14 Stafsus Presiden di jilid kedua kepemimpinannya. Stafsus bidang komunikasi dibagi lebih spesifik. Ada stafsus komunikasi bidang politik pemerintahan, ekonomi, sosial, dan hukum. Menyoroti hal tersebut, Johan Budi, juru bicara kepresidenan 2014 - 2019, meletakkan banyak harapan.
Menurut pria yang ditemui PR INDONESIA di Jakarta, Kamis (12/12/2019), menjadi jubir, dalam hal ini Presiden, harus memahami karakter Presiden. Dia harus dekat dengan Presiden karena jubir mencerminkan sikap Presiden. “Jubir harus memahami cara Presiden bersikap terhadap suatu hal, misalnya sikap politik,” katanya. Dia juga wajib mengetahui gestur Presiden ketika berhadapan dengan rakyat. “Apalagi Presiden dikenal merakyat. Sebagai jubir harus benar-benar menjiwai apa yang menjadi karakter Presiden karena jubir cerminan Presiden,” ujarnya.
Selain itu, jubir tidak boleh memberikan pernyataan yang inisiatifnya bukan datang dari Presiden. Dia juga harus menggunakan kosa kata yang digunakan oleh Presiden. Tidak melebih-lebihkan dan mengurangi. “Intinya, sebagai jubir jangan malah menciptakan persoalan baru,” imbuh Johan Budi.
Mantan wartawan majalah berita ini berpendapat, ada strategi komunikasi yang dilakukan di jilid pertama dan sebaiknya dilanjutkan di jilid kedua pemerintahan Jokowi. Yakni, sebagai juru bicara tidak mendahului apa yang ingin disampaikan Presiden, kecuali jika Presiden sudah mendelegasikannya. Tujuannya, agar tidak menimbulkan pro, kontra serta kebingungan di masyarakat. “Pernyataan sikap adalah hal yang penting,” ujarnya tegas.
Komunikasi Nonverbal
Menurut pria yang kini merupakan anggota DPR RI Komisi II dari PDI-P tersebut, sebenarnya tak sulit untuk menjadi juru bicara Jokowi. Hal ini dikarenakan Presidenlah yang selama ini kerap melakukan inisiatif terobosan komunikasi agar pesannya diterima oleh masyarakat. Ia memberi contoh saat Jokowi membuat vlog tentang makanan asli Indonesia dan pertemuannya bersama Raja Arab Saudi.
Presiden Jokowi juga dikenal aktif di berbagai platform media sosial mulai dari YouTube, Instagram hingga Twitter. Hal ini memungkinkannya menjangkau seluruh lapisan masyarakat, terutama kalangan milenial.
Di samping itu, tak jarang ada hal yang dikomunikasikan Presiden secara nonverbal dan tidak direncanakan. Contoh, saat Presiden mengenakan jaket bomber yang seketika menjadi viral di media sosial. Padahal, sebenarnya beliau tidak punya tujuan apapun.
Citra yang muncul di benak masyarakat tentang Jokowi juga umumnya berasal dari bentuk komunikasi nonverbalnya. Diksi-diksi sederhana yang digunakan mencerminkan ia berasal dari rakyat. Justru kalimat itu yang mengena bagi masyarakat. Cara berpakaian, gestur ketika berbicara, kedekatannya dengan rakyat sudah mencitrakan sosok Jokowi sebenarnya.
“Sebagai Presiden, beliau bisa sedemikian dekat dengan masyarakat. Bersalaman, bersentuhan, merangkul rakyatnya tanpa jarak, bahkan sering diajak swafoto,” ujar Johan. Meski, ia melanjutkan, pada akhirnya persepsi tentang citra Presiden dikembalikan lagi kepada masyarakat. “Presiden Jokowi itu tidak perlu menggunakan teori-teori komunikasi, tapi beliau melaksanakan,” tutupnya. (rvh)