Era digital justru peluang bagi public relations (PR) untuk mengampanyekan potensi budaya yang dimiliki ke kancah internasional.
YOGYAKARTA, PRINDONESIA.CO – Prinsip inilah yang diyakini oleh PT Telekomunikasi Indonesia (Persero) Tbk seperti yang disampaikan oleh VP Corporate Communication Telkom Arif Prabowo saat menjadi pembicara di acara Konvensi Nasional Humas (KNH) 2019, Yogyakarta, Senin (16/12/2019).
Namun, imbuh Bobby, begitu ia karib disapa, perlu ramuan tambahan, yakni kolaborasi. “Di era digital ini kita tidak bisa berdiri sendiri. Kita perlu membuka ruang-ruang kolaborasi dengan para pelaku budaya,“ ujarnya.
Bobby berpendapat, tidak perlu jauh-jauh jika ingin mengangkat isu tentang kearifan lokal. Ingatlah dengan, Pancasila. Nilai-nilai yang terkandung di dalam lima sila mulai dari nilai kemanusiaan, ramah tamah, hingga gotong royong/kolaborasi menjadi suatu nilai budaya yang harus dipertahankan, bahkan diperkenalkan.
Lantas, bagaimana cara PR mempertahankan kearifan lokal? Intinya, kata Bobby, ada dua. Pertama, bagaimana kita mengantarkan talenta-talenta yang mengandung nilai kearifan lokal yang kuat ke kancah internasional. Kedua, tindak lanjuti dengan cara mendigitalisasikannya.
Senada dengan Bobby, menurut Direktur Pemasaran dan Pelayanan PT Angkasa Pura I (Persero) Devy Suradji, Indonesia memiliki keunggulan yang tidak dimiliki oleh negara lain dari sisi keberagaman budaya dan potensi alam. Keunggulan inilah yang lantas dimanfaatkan AP I untuk menyulap bandara yang awalnya begitu kaku dan penuh aturan ketat menjadi tempat yang menyenangkan untuk disinggahi. “Kita berusaha menciptakan destinasi bandara itu dari enam hal. Terdiri dari looks, sound, touch, scent, taste, dan ergonomic,” katanya.
Apalagi 15 bandara yang dikelola oleh AP I mayoritas merupakan lokasi tujuan wisata. Antara lain, Bali dan Yogyakarta. Tantangan itu diwujudkan dengan cara menerjemahkan kearifan lokal tadi ke dalam pelayanan dan keramahan (hospitality). Selanjutnya, PR perlu mengemas itu semua ke dalam cerita menarik yang dikemas sesederhana mungkin. “Di setiap langkah, selama kita bercerita dan menguasai budaya, cerita kita akan memiliki napas,” imbuhnya
Jaga Ekspektasi
Sementara para punggawa PR Bank Indonesia (BI) memiliki tantangannya tersendiri. Mereka bertugas mengomunikasikan berbagai kebijakan pemerintah yang cenderung bersifat kaku, berat, menjadi mudah dipahami oleh masyarakat. Mereka juga harus membangun optimisme dan menjaga ekspektasi publik di tengah ketidakpastian global.
Caranya, kata Direktur eksekutif Departemen Komunikasi (BI) Onny Widjanarko, meliterasi publik terkait isu keuangan untuk membangun pemahaman. Upaya itu diikuti dengan menyampaikan pesan yang jelas, terencana, terukur, mengelola kanal komunikasi dengan baik, perluas jejaring, bangun relasi, transpran baik kepada internal maupun eksternal. (ais)