Panduan Krisis: Selalu Siap Siaga
PRINDONESIA.CO | Selasa, 17/12/2019 | 2.530
Panduan Krisis: Selalu Siap Siaga
Indonesia harus siap berhadapan dengan krisis multirupa dan multidimensi
Hendra/PR INDONESIA

JAKARTA,PRINDONESIA.CO - Kesadaran inilah yang mendorong Kementerian Pariwisata yang kini menjadi Kementerian Pariwisata dan Ekonomi Kreatif (Kemenparekraf) menyusun rencana kontingensi (contingency planning) dan program mitigasi (pengurangan dampak) dari suatu bencana atau krisis. Hal ini diungkapan oleh Guntur Sakti yang saat itu masih menjabat sebagai Kepala Biro Komunikasi Publik (Komblik) Kemenpar kepada PR INDONESIA di Jakarta, pertengahan Agustus lalu.

Apalagi, kata pria yang kini menjadi Staf Ahli Menparekraf itu, sudah kodratnya negeri ini “bersahabat” dengan krisis. “Selain berlokasi di Cincin Api Pasifik (wilayah dengan banyak aktivitas tektonik), kita juga harus siap berhadapan dengan krisis multirupa dan multidimensi,” ujarnya seraya menyebut krisis dalam konteks lingkungan hidup, teknologi, dan kesehatan. Hingga, bentuk krisis yang tidak tampak wujudnya, seperti sosial, politik, dan ekonomi.

Saat ini, Kemenparekraf telah memiliki Manajemen Krisis Kepariwisataan (MKK), bagian yang khusus menangani pengelolaan krisis kepariwisataan dalam kerangka kerja kehumasan dan respons operasional pariwisata. Bagian ini bersifat permanen dan bekerja secara reguler di bawah Biro Komblik. Sementara dalam skala krisis yang lebih kompleks, Kemenparekraf mempunyai platform kelembagaan ad hoc berupa Tourism Crisis Center (TCC). “Semua ASN (aparatur sipil negara) atau unit yang menangani sektor kepariwisataan baik di pusat maupun daerah harus memahami manajemen krisis di sektor pariwisata,” ujar Guntur.

Pola Penanganan

Dalam menangani krisis, Kemenparekraf berpatokan pada standard operating procedure (SOP). Di dalamnya berisi pemahaman teknis untuk masing-masing unit atau bagian yang terkait dalam penanganan krisis. Seperti deskripsi prosedural yang bertujuan untuk memastikan langkah-langkah operasional yang harus dilakukan dalam penanganan krisis dan dikerjakan dengan kualitas yang terstandar secara konsisten. SOP ini fokus dan memiliki batasan pengaturan sistem operasional pada tahap aktivasi hingga deaktivasi TCC.

Dalam tahapan umum kebencanaan, TCC bekerja mulai tahap tanggap bencana (respons) hingga pemulihan trauma awal (jangka pendek). Sementara tahap pemulihan lanjutan (jangka panjang) ditangani oleh tim ad hoc di luar organisasi TCC.

Tahun ini, Guntur melanjutkan, Kemenparekraf fokus pada dua hal. Pertama, membangun regulasi.  Regulasi Manajemen Kepariwisataan ini selanjutnya akan menjadi buku pintar yang di dalamnya memuat proses mitigasi hingga penanganan bencana di sektor pariwisata terintegrasi dari Kemenparekraf sampai perpanjangan tangan di tingkat Dinas Pariwisata provinsi hingga kabupaten/kota.

Kedua, membentuk Peta Geospasial. Keberadaannya mengintegrasikan data dari tiga instansi yang menangani kebencanaan. Meliputi, BMKG (iklim dan cuaca), PVMBG (aktivitas gunung berapi), dan BNPB (penanggulangan bencana). Melalui kolaborasi ini, Kemenparekraf bisa mendapatkan notifikasi dari instansi terkait disertai data mulai dari lokasi, waktu kejadiannya, dan lainnya. Selanjutnya, tim akan melakukan pemantauan dan evaluasi untuk mengetahui serta memastikan penanganan manajemen krisis di semua lini pemerintahan daerah sudah berjalan sesuai harapan.

Ke depan, lanjut Guntur, mereka berharap bisa berkolaborasi dengan BNPB untuk meluncurkan aplikasi disaster travel guide atau layanan informasi kebencanaan untuk turis. Aplikasi ini sekaligus bagian dari strategi komunikasi Biro Komblik. “Saat ini komunikasi tidak bisa lagi verbal to verbal, tapi machine to machine. Layanan komunikasi kepada para traveller di dunia dalam bentuk aplikasi ini akan memudahkan wisatawan untuk mendapatkan informasi terkini dan akurat sebelum berkunjung ke Indonesia,” tutupnya. (mai)

BERITA TERKAIT
BACA JUGA
tentang penulis
komentar (0)
TERPOPULER

Event

CEO VIEW

Interview

Figure

BERITA TERKINI