Agar konten di media sosial optimal, praktisi public relations (PR) perlu menyusun sebuah perencanaan kampanye melalui media sosial.
BATAM, PRINDONESIA.CO - Kampanye dimaksud meliputi penyusunan objective, key messages, social media roles, content calendar untuk satu bulan, dan pilihan penggunaan influencer. Jika kampanye di medsos mengikuti alur tersebut, diyakini Avianto Nugroho, Partner Fabulo PR, Jakarta, akan menghasilkan dampak yang efektif di mata audiens (warganet).
Ia menyampaikan hal tersebut di hadapan 56 praktisi public relations (PR) yang berasal dari puluhan korporasi dan organisasi yang mengikuti PR INDONESIA Outlook (PRIO) 2020 di Batam, Rabu (11/12/2019). Dalam forum bertema The Power of Social Media: Social Media Strategic for Public Relations Campaign Effectiveness, Avianto mengajak peserta untuk melakukan praktik merancang kampanye di media sosial pada akhir sesi yang ia berikan.
Di tengah tren penggunaan influencer bagi kampanye di medsos, ia memberi sebuah nasihat. “Jangan terlalu mengikuti maunya market,” ingatnya. Apalagi jika bukan berasal dari perusahaan FMCG. Sementara bagi lembaga pemerintahan, sejatinya publik yang membutuhkan lembaga. Oleh karenanya, pengelolaan media sosial harus konsisten dengan timing saat penyampaian informasi. Tidak ada yang pasti di medsos. “Mungkin sekarang trennya adalah menggunakan influencer, belum tentu 2 – 3 tahun lagi masih hit,” katanya.
Mahal murahnya biaya influencer, juga tidak akan memengaruhi efektivitas kampanye medsos organisasi. Yang lebih berpengaruh adalah aspek relevansi dan kredibilitas sang influencer. Misalnya sebuah perusahaan perhotelan ingin menggunakan jasa influencer, maka pastikan bahwa influencer tersebut memang sering ber-travelling dan menginap di hotel-hotel berbintang.
Pada akhirnya, berkomunikasi dengan audiens melalui medsos selayaknya tetap mengedepankan sisi-sisi kemanusiaan. Karenanya, perlakukan audiens medsos secara humanis, sampaikan informasi yang konsisten, sekaligus pastikan informasinya selalu kredibel. Oleh sebab itu, tidak setiap organisasi/korporasi mesti memiliki akun semua platform medsos. Keuntungannya? “Supaya saat terjadi krisis, manajemen penanganan krisis lebih terfokus, tidak melebar ke banyak platform,” simpul Avianto. (asw)