Visi pemerintahan Presiden Joko Widodo (Jokowi) periode 2019 – 2024 yang langsung menargetkan tahun 2045 sebagai momentum Indonesia menjadi negara maju, kekuatan ekonomi ke-5 di dunia, sarat dengan optimisme. Jokowi memang dikenal dengan sosok yang penuh sikap optimis.
JAKARTA, PRINDONESIA.CO - Dalam setiap kesempatan berpidatonya, ia menunjukkan dengan lugas sikap optimisnya itu. Tentu sikap tersebut ia bekali dengan kalkulasi-kalkulasi. Sekalipun, kalkulasi yang ia sampaikan, tidak selalu diungkap dengan nyata.
Di antara lima program utama kabinet kerjanya periode kedua, Jokowi menekankan betul aspek pembangunan sumber daya manusia (SDM). Baru kemudian diikuti dengan melanjutkan pembangunan infrastruktur, memangkas prosedur perizinan, menyederhanakan birokrasi, dan transformasi ekonomi menjadi negara produsen manufaktur dan ekonomi jasa modern.
Isu tentang pembangunan SDM dan pemangkasan birokrasi sangat relevan untuk meninjau perkembangan dunia public relations (PR), khususnya di wilayah government PR atau humas pemerintah. Harus diakui, keinginan Jokowi mendorong kualitas SDM semakin membaik bahkan unggul, menyiratkan urgensifnya kompetensi yang harus dimiliki setiap praktisi Humas Pemerintah. Jalan terobosan (breakthrough) yang dilakukan Menteri Kominfo Rudiantara pada tahun 2016 dengan mengangkat 100 tenaga humas pemerintah (THP) non-ASN, awalnya menjanjikan sebuah perubahan penting bagi dinamika kehumasan pemerintah. Terutama di kementerian dan lembaga yang mendapat “jatah” tenaga humas tersebut.
Faktanya, program itu kini nyaris tak terdengar lagi. Masa depan program juga tanda tanya. Bahkan dampaknya juga sulit diukur. Cita-cita program bahwa THP bakal “melekat” di bawah pemimpin lembaga dan kementerian rasanya sulit tercapai. Peran-peran strategisnya juga belum muncul ke permukaan. Peran seperti ini, masih banyak dimainkan oleh pejabat kehumasan pemerintah struktural. Sayang memang gagasan baik itu, eksekusinya kurang matang. Jika dieksekusi dengan matang, barangkali hasilnya akan jauh lebih baik.
Naik Kelas
Di sisi lain, sejak beberapa tahun terakhir, praktisi humas pemerintah tengah berjuang untuk “naik kelas”. Dengan naik kelas, secara eselon, maka kewenangan dan positioning-nya di mata pimpinan akan lebih kuat. Humas bisa memberikan informasi yang akurat, sekaligus menjadi fungsi strategis pimpinan dalam mengelola urusan komunikasi. Sayangnya, pidato Presiden Jokowi usai pelantikan dirinya menjadi presiden periode 2019 – 2024 di Sidang Paripurna MPR RI, Minggu (20/10/2019), yang hendak memangkas eselon birokarasi tinggal menjadi dua eselon, akan mengancam semangat perjuangan tadi.
Niat Jokowi untuk memperbanyak ASN dan PNS fungsional, sejatinya tidak jelek-jelek amat. Namun jika tidak dibarengi dengan manajemen yang tepat, kepastian masa depan karier, hingga penghargaan yang sebanding bagi ASN fungsional, rencana itu akan mudah buyar. Jamak terjadi hingga ASN di pemerintah daerah, mereka yang memilih jalur fungsional, penghargaannya masih senjang dibanding yang berada di jalur struktural. Di samping itu, urusan angka kredit pun realisasinya juga tak semudah yang dijanjikan. Butuh upaya lebih supaya angka kredit mereka bisa terkumpul cukup signifikan setiap ingin memproses kenaikan pangkat.
Pemangkasan eselonisasi dalam konteks manajemen humas pemerintah akan dapat bekerja dengan baik, manakala para pemimpin lembaga dan kementerian serta pejabat daerah memahami betul fungsi-fungsi komunikasi dalam sebuah organisasi. Persis sesuai dengan harapan dan perjuangan praktisi humas pemerintah selama ini. Di sinilah persoalan sekaligus tantangannya. Budaya kerja organisasi pemerintah belum sedinamis dan sefleksibel di korporasi, yang sudah terbiasa dengan rentang birokrasi pendek. Sementara, tugas-tugas kehumasan acap kali membutuhkan respons terukur yang cepat, tepat, dan berdampak luas bagi organisasi.
Sanggupkah Menkominfo baru yang ditunjuk Jokowi, Johnny G Plate, mampu mengelaborasi permintaan Jokowi, sekaligus mendorong Humas Pemerintah benar-benar menjadi fungsi strategis manajamen? Wallahualam bishawab. (Asmono Wikan)