Apapun era dan teknologinya, cara manusia berkomunikasi tetaplah sama. Komunikasi itu baru bisa dikatakan berhasil apabila keduanya mampu mengenali karakter dirinya dan memahami karakter lawan bicaranya.
JAKARTA, PRINDONESIA – Pesan inilah yang ditekankan oleh Magdalena Wenas, Presiden PR Society of Indonesia, di hadapan sekitar ratusan karyawati PT Wijaya Karya Tbk (WIKA) dan anak usahanya yang tergabung dalam komunitas Srikandi WIKA di Jakarta, Jumat (13/9/2019).
WIKA sendiri sedang berhadapan dengan isu internal. Khususnya, dalam hal membangun komunikasi. Banyaknya karyawan baru menantang mereka untuk mampu membangun komunikasi yang efektif dan solid antarseluruh karyawan dari berbagai latar belakang, rentang usia, hingga jabatan.
Beruntung, kata Magda, begitu ia karib disapa, WIKA cepat menyadari isu tersebut. Sebab jika dibiarkan akan berpotensi lahirnya krisis. “Pesatnya perkembangan ICT (information communication technology) membuat kita berlomba-lomba mengelola bahkan berinvestasi untuk meningkatkan IT. Tapi, kita lupa dengan C-nya. Komunikasi,” ujar peraih gelar master Komunikasi di Asia pertama dari Universitas Erasmus Rotterdam, Belanda.
Percayalah, kata perempuan yang merupakan dosen Cyber PR, Strategic Communication Management Analysis, Universitas Indonesia, sehebat apapun infrastruktur IT yang dimiliki, tidak akan mencerminkan organisasi yang bersangkutan apabila orang-orang di dalamnya tidak memiliki komunikasi yang berkarakter. Yang terjadi kemudian, bukan hanya melahirkan komunikasi tanpa makna antarsesama karyawan dan antara atasan dengan jajarannya, tapi juga komunikasi kebablasan. Kondisi ini rentan menimbulkan krisis dan menciderai reputasi perusahaan yang sumbernya justru berasal dari lingkungan internal organisasi.
Urgensi mewujudkan komunikasi yang berkarakter itu makin penting manakala dunia memasuki era VUCA. Yakni, volatility (market mood), uncertainty (ketidakpastian), complexity (kemajukan), ambiguity (ambigu). “Membangun komunikasi di era sekarang makin menantang dan perlu pendekatan khusus karena setiap informasi atau pesan yang diterima bisa bermakna ganda,” kata founder Strategic Reputation Management Indonesia itu.
Kenali Karakter
Magda lantas mengajak peserta untuk mengenali orientasi karakter diri sendiri dan lawan bicara. Ada empat orientasi karakter seseorang. Antara lain, orientasi tindakan, proses, sosial, dan ide. Orang yang cenderung berkarakter tindakan biasanya ingin serba cepat, segera dilakukan, memilih menyampaikan secara langsung, memerintah, dan meledak-ledak. Berbanding terbalik dengan karakter proses. Mereka dengan orientasi karakter seperti ini cenderung menjalankan sesuatu sesuai prosedur, sistematis, bertahap, sehingga terkesan bertele-tele.
“Nah, bayangkan jika dua karakter ini bertemu dan berkomunikasi. Yang satu maunya serba cepat, yang satunya lagi kebalikannya,” kata Magda disertai anggukan para peserta. Apabila keduanya sudah saling memahami karakter, maka si tindakan akan berkata, “Tolong ini segera diproses, saya akan bersabar ‘sedikit’,” ujarnya memberi contoh.
Sementara orientasi karakter sosial cenderung tidak bisa melakukan segala aktivitasnya sendiri. Positifnya, dia adalah orang yang bisa menjadi penengah bagi dua karater tadi. Nah, kalau mereka yang memiliki orientasi karakter ide, yang bersangkutan dikenal aktif memberikan ide, tapi tidak dikerjakan. “Komentar yang muncul setiap kali berhadapan dengan tipe karakter seperti ini biasanya, “Enak aja lu ngomong”,” ujarnya disertai derai tawa.
Penutup, Magda mengatakan, perkembangan teknologi memudahkan dan memungkinkan kita untuk menyampaikan informasi dengan berbagai model, fokus kepada konten yang mau disampaikan dan memilih saluran komuniasi yang tepat sesuai target audiens yang dituju. Selain itu, sampaikan dengan cara persuasi positif dan dialog. (rtn)