Mengelola komunikasi internal untuk 3.000 karyawan dalam satu perusahaan seperti GOJEK bukanlah perkara mudah. Apalagi karyawan mereka didominasi oleh generasi millennial yang umumnya berkarakter idealis dan egosentris. Lantas, bagaimana solusinya?
JAKARTA, PRINDONESIA.CO - Berdasarkan hasil survei, Chief Corporate Affairs GOJEK Nila Marita menemukan empat alasan yang membuat karyawan di perusahaan yang didirikan Nadiem Makarim tersebut betah. Pertama, sense of impact. Artinya, para karyawan merasa bahwa apa yang mereka kerjakan mempunyai dampak nyata. Kedua, peluang sekaligus tantangan pekerjaan yang sangat besar. Ketiga, diberikan kebebasan serta fleksibilitas dalam bekerja. Terakhir, kesempatan berkarier yang lebih besar. “Empat hal ini yang terus kita perhatikan,” ujarnya dalam acara PERHUMAS 1st Internal Communications Conference bertajuk “Komunikasi Internal di Era 4.0: Are You Ready?” di Jakarta, Kamis (28/2/2019). Untuk itu, Nila dan tim mulai menyusun strategi untuk memperkuat komunikasi internal. Antara lain:
Samakan Tujuan
Pastikan seluruh stakeholders internal memiliki tujuan yang sama demi keberlangsungan bisnis perusahaan. Mengingat dinamika bisnis yang terus berkembang, maka tetapkan tujuan akhir yang besar agar karyawan tidak cepat merasa puas.
Pedoman Kebebasan
Kelebihan dari generasi millennial adalah identik dengan kebebasan dan fleksibilitas. Untuk itu, PR harus memberikan pedoman agar setiap individu menyikapi kebebasan dengan bertanggung jawab. “Mereka diberi kebebasan, tapi tetap berada di dalam koridor,” ujarnya.
Budaya Perusahaan
Salah satu cara membangun budaya perusahaan adalah dengan menumbuhkan semangat berkolaborasi secara sukarela. “Ini bukan tentang Anda, ini tentang tujuan besar perusahaan. Ini tentang kerja tim,” katanya bersemangat. Nah, agar karyawan merasa sepenuhnya dilibatkan, buatlah lingkungan kerja senyaman mungkin agar mereka menganggap kantor sebagai rumah kedua.
Kebijakan Komunikasi
Terapkan kebijakan komunikasi dan sosial media guna mengatur para karyawan menjadi pribadi yang profesional dan bertanggung jawab.
“Whistleblower”
Kemudian, pastikan mereka mengetahui code of conduct perusahaan sejak tahap awal perekrutan karyawan. Terakhir dan yang tak kalah penting adalah memosisikan karyawan sebagai whistleblower. “Karyawan bisa menjadi pemberi informasi untuk memitigasi sebelum sesuatu menjadi isu,” ujarnya.
Komunikasi Tatap Muka
Mereka rutin mengadakan face to face communications dan town hall meeting untuk mempertemukan antara pimpinan dengan seluruh karyawan. “Dengan agenda ini, karyawan makin bersemangat karena bisa berinteraksi langsung dengan founders,” tutupnya. (ais)
Selengkapnya baca PR INDONESIA versi cetak dan SCOOP edisi 49/April 2019. Hubungi Sekhudin: 0811-939-027, [email protected]