Tepat 17 April 2019, Indonesia akan menggelar Pilpres dan Pileg serentak, yang dikatakan sebagai pemilu paling rumit di dunia. Namun yang disayangkan, tingkat pemahaman masyarakat terhadap pemilu masih rendah.
JAKARTA, PRINDONESIA.CO - Penyelenggaraan pemilu yang sarat akan informasi publik, mendorong Komisi Informasi (KI) Pusat bergerak aktif memberikan edukasi kepada masyarakat. Salah satunya melalui Dialog Interaktif bertajuk “Hak Atas Informasi Penyelenggaraan Pemilu” di Jakarta, Kamis (11/4/2019). Sebab, sudah menjadi kewenangan KI Pusat, untuk memastikan bahwa segala bentuk informasi yang disampaikan oleh penyelenggara pemilu, dalam hal ini Komisi Pemilihan Umum (KPU), Badan Pengawas Pemilu (Bawaslu), serta Dewan Kehormatan Penyelenggara Pemilihan Umum (DKPP) diterima dengan baik oleh masyarakat luas.
“Informasi publik harus diterima oleh masyarakat, agar mereka menjadi paham. Dengan harapan, terjadi partisipasi masyarakat, meningkatnya jumlah pemilih, dan pemilih menggunakan hak suaranya sesuai dengan keyakinannya masing-masing,” ujar Ketua KI Pusat Gede Narayana yang menjadi pembicara pada siang itu.
Menurutnya, di dalam rezim keterbukaan informasi publik, hanya ada tiga intisari dalam penyelenggaraan pemilu. Yakni transparansi, akuntabilitas, dan partisipasi masyarakat. Jika para penyelenggara pemilu mampu menjalankannya secara terbuka, profesional, tanggung jawab serta penuh dengan kehati-hatian, maka dapat dipastikan pemilu akan berjalan dengan sukses.
Berbeda dengan Komisi Penyiaran Indonesia (KPI) yang bertanggung jawab dalam hal pengawasan terhadap para pengelola saluran informasi, yakni lembaga penyiaran televisi dan radio. Sebab, hingga saat ini, penyiaran masih menjadi saluran informasi yang dominan, karena dinilai memiliki potensi konflik yang cenderung rendah jika dibandingkan dengan media sosial.
Televisi dan radio dianggap masih memungkinkan untuk menjadi medium pendidikan politik yang optimal bagi masyarakat. Karena karakternya yang dinamis serta tidak bisa berinteraksi dengan sumber informasi. “Jadi tidak bisa memprotes dan berdebat dengan pembawa acara,” ujar Komisioner KPI Hardly Stefano yang turut hadir sebagai pembicara.
Senada dengan yang disampaikan oleh Hardly, menurut Wakil Ketua Dewan Pers Ahmad Djauhar, media berperan penting menyukseskan penyelenggaraan pemilu 2019. Media harus ekstra hati-hati dalam membingkai sebuah berita, karena mengandung nilai edukasi bagi masyarakat, dalam menilai dan menentukan calon pemimpin bangsa di masa depan. “Bagaimanapun pers berperan mendorong peningkatan angka partisipasi pemilih. Karena kalau pemiliu partisipasinya rendah, artinya tidak legitimasi,” ujarnya.
Darurat Informasi
Komisioner KPU Viryan Azis membenarkan bahwa publik dijamin haknya untuk mendapatkan infromasi terkait penyelenggaraan pemilu, kecuali informasi yang dikecualikan. Dengan menjunjung tinggi prisip kerja transparan, KPU terus berupaya konsisten merawat keparcayaan publik. Meski tak dapat dipungkiri, seiring dengan perkembangan teknologi informasi, membawa dampak pada terjadi darurat informasi. “Ini sedang terjadi dalam konteks kepemiluan, yakni darurat informasi. Karena semakin banyak informasi yang tidak benar yang sengaja dibuat oleh sejumlah pihak,” ujar Viryan.
Untuk itu, KPU telah menggelar rapat koordinasi tentang optimalisasi penggunaan media sosial dengan melibatkan pihak Facebook dan Instagram Indonesia, guna memastikan publik memperoleh informasi tentang pemilu secara baik dan tidak terkontaminasi dengan pandangan keliru serta manipulasi informasi. (ais)