Pengetahuan praktisi public relations (PR) tentang ISO26000 masih terbatas. Padahal ISO26000 ini berperan dalam memberikan panduan tanggung jawab sosial untuk praktisi PR dalam menyelesaikan persoalan komunikasi. Seperti apakah detail dari panduan itu?
SEMARANG, PRINDONESIA.CO - Dalam dunia PR, ISO26000 erat kaitannya dengan prosedur menjalankan tanggung jawab sosial. Keberadaannya sangat penting sebagai panduan agar praktisi PR mengetahui teknis yang dilakukan dalam melaksanakan corporate social responsibility (CSR). Co-founder and Country Director of SR Asia Semerdanta Pusaka membedahnya secara mendetail di workshop Jambore PR INDONESIA (JAMPIRO) #4 di Semarang, Kamis (8/11/2018).
Di kelas "CSR & Stakeholder Engagement Tool", Danta, begitu ia akrab disapa, menguji sejauh mana pengetahuan peserta tentang ISO26000 serta hubungannya dengan CSR. Namun dari 13 peserta yang hadir hari itu, mayoritas mengaku bahwa mereka baru pertama kali mendengar istilah ISO26000. Lantas apa sebenarnya yang dimaksud dengan ISO26000?
Ketika membuka lembaran presentasi yang kelima, Danta menjelaskan bahwa ISO26000 adalah panduan yang dikeluarkan oleh International Organization for Standardization (ISO) 26000 mengenai tanggung jawab sosial yang dibebankan kepada perusahaan. ISO sendiri, imbuh peraih gelar doktor Business Administration, De La Salle University, ini merupakan organisasi internasional yang anggotanya terdiri dari badan-badan standarisasi nasional dari seluruh penjuru dunia. "Jadi ketika menyusun ISO26000, melibatkan berbagai (lembaga standarisasi) dari banyak negara," katanya.
Dalam ISO26000, menyebutkan tujuh poin yang menjadi tanggung jawab sosial suatu perusahaan. Ketujuh poin tersebut ialah Community Involvemeent and Development, Human Rights, Labour Practices, The Environment, Fair Opening Practices, Consumer Isuues, dan Organization. Semuanya menjadi fokus utama perusahaan untuk menunaikan tanggung jawab sosialnya. Namun, Danta menyebut bahwa terdapat perbedaan dalam pelaksanaan tujuh poin ISO26000 di Indonesia dan negara lainnya.
"Di Indonesia, umumnya, hanya mengedepankan poin Community Involvement and Development dan mengabaikan enam poin lainnya. Seharusnya yang enam itu tata kelolanya juga harus baik," tutur Danta sambil menunjukkan poin-poin yang ditampilkan di halaman materi presentasi.
Memetakan Pemangku Kepentingan
Dalam praktiknya, ISO26000 menjadi panduan utama bagi praktisi PR untuk menjalankan berbagai prosedur strategi komunikasi. Contoh, ketika praktisi PR hendak mengidentifikasi dan mengklasifikasi stakeholder dari sebuah perusahaan. Sebab keberadaan stakeholder sering terlewatkan dalam menyusun strategi komunikasi.
Danta lantas mengajak peserta untuk mengidentifikasi keberadaan stakeholder dengan mempraktikkan kerangka sederhana dalam panduan ISO26000. Kerangka sederhana itu terdiri dari beberapa pertanyaan: apakah ada kewajiban hukum terhadap para pemangku kepentingan?; siapa yang memerhatikan dampak?; siapa yang memerhatikan isu tersebut?; jika ada isu-isu demikian, siapa yang terlibat?; siapa yang dapat membantu oraganisasi?; siapa yang dapat memengaruhi organisasi?
Salah satu kriteria yang dihasilkan dari penerapan kerangka sederhana ISO26000 tersebut adalah adanya nilai-nilai menarik yang ditangkap dan didapat stakeholders. Danta menyebut tiap pemangku kepentingan memiliki motif tertentu dalam melakukan suatu tindakan yang berhubungan dengan perusahaan sehingga mampu memengaruhi orang lain.
"Ada pemangku kepentingan yang interest, ada yang mampu memengaruhi yang lain. Yang menjadi concern kita adalah yang punya pengaruh atau influence," jelasnya.
Agar peserta lebih memahami tentang penerapan ISO26000, Danta mengajak seluruh peserta untuk melakukan praktik secara langsung. Ia mengajukan sebuah permasalahan dan meminta peserta untuk menyelesaikannya menggunakan panduan ISO26000. (nun)